anak bangsa berbagi cerita

Blog ini adalah blog bagi kita yang ingin berbagi cerita....khusus blog ini tidak menerima cerita yang bernuansa pornografi...ini blog yg khusus menceritakan kehidupan kita sehari-hari...

Sabtu, 15 September 2007

“Cerita Kita tentang : Imperialisme Dan Peralihan Kekapitalisme Di Negara Dunia Ketiga”

Imperialisme Dan Peralihan Kekapitalisme Di Negara Dunia

Ramalan Karl Marx tetantang keruntuhan kapitalisme ternyata hanya lah sebuah ramalan, yang entah kapan akan terjadi. Over produksi kapitalisme ternyata menemukan fase baru dalam sejarah perkembangan kapitalisme itu sendiri. Ekspor modal dan ekspor komoditi yang dilakukan kapitalisme ternyata membawa pengaruh besar dalam perkembangan negara-negara yang dipakai sebagai pasar bagi kapitalisme. Lenin mengidentifikasi gejala ini dengan teorinya yaitu imperialisme. Syarat mutlak kapitalisme seperti ekpansi, eksploitasi dan akumulasi, betul-betul terjadi dalam proses imperialisme kapitalisme. Pasar diasumsikan bukan hanya sebagai lahan menjual komoditi tetapi juga sebagai alat ekploitasi sumber-sumber mineral baru dalam proses produksi kapitalisme. Dalam hal pasar sekaligus sumber mineral baru bagi kapitalisme adalah negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia.
Khusus Indonesia, kapitalisme mengalami bentuk yang sangat berbeda dibandingkan dengan negara-negara lain dibelahan bumi ini. Perdebatan intelektual terhadap proses imperialisme negara-negara kapitalis sehingga menimbulkan proses peralihan kekapitalisme di negara-negara berkembang (khusus amerika latin dan negara-negara benua afrika), ternyata membawa dampak bagi kaum intelektual dalam melihat proses peralihan kekapitalisme khususnya di Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa masuknya kolonialisasi Belanda dengan membentuk kongsi dagang VOC tahun 1602 merupakan periode awal proses peralihan kekapitalisme di Indonesia. Praktek kapitalisme kolonial menidentifikasikan peralihan melalui produksionis. Hal ini ditujukan dengan monopoli perdangangan sebagai bentuk dari artikulasi produksi kolonial. Kemudian penguasaan lahan pertanian yang luas oleh kolonial ternyata dipakai oleh kaum kolonial untuk memaksa bangsa pribumi menanam tanaman kebutuhan pasar ekspor kolonial. Spesialisasi komoditi hasil bumi merupakan pengkondisian mode of produksi kolonial yang juga melalui perluasan penguasaan lahan pertanian kaum pribumi. Pasca dibubarkannya VOC serta pasca perang Diponegoro proses peralihan kekapitalisme mengalami fase depedensia secara ekonomi terhadap kaum kolonial. Kekosongan kas kaum kolonial pasca perang Diponegoro serta perselingkuhan sesat kaum priyayi dengan para kolonialis, maka dengan mudahnya kaum kolonial menerapkan cultuure stelsel pada tahun 1830-1870. Ini menandakan ekploitasi besar-besar oleh kaum kolonial baik hasil bumi serta tenaga kerja.
Modernisasi sebagai bagian dari proses peralihan kekapitalisme mulai dikenalkan oleh kaum kolonial dengan politik etisnya. Cara hidup dan cara berfikir kebarat-baratan sengaja dipakai untuk pemenuhan tenaga kerja rendahan bagi kaum kolonial. Hal ini berlanjut sampai era kemerdekaan tahun 1945.
Jatuhnya Soekarno naiknya Soeharto, menandahkan era baru peralihan kekapitalisme di Indonesia. Ideologi pembangunanisme atau yang lebih dikenal developmentalisme, dikenalkan oleh Soeharto. Hal ini didukung penuh dengan keadaan global. Situasi global pasca perang dunia II, dengan lahirnya lembaga-lembaga kartel ekonomi di Bretton Wood, serta perpindahan perputaran kapital dari Eropa ke Amerika merupakan awal peralihan kekapitalisme di negara-negara dunia ketiga, khususnya di Indonesia dengan metode sirkulasionisme. Pax Americana serta Marshal Plan berhasil memaksa negara-negara dunia ketiga untuk terjebak ke dalam jeratan utang dari Amerika, termasuk Indonesia. Uruguay Around, Tokyo Around dan Paris Club merupakan forum tingkat dunia negara kapitalis untuk memaksa serta mengontrol negara-negara dunia ketiga khususnya Indonesia dalam hal kebijakan ekonomi dan politik. Hal ini menunjukan unequal exchange dalam proses pertukaran ditingkat internasional. Jebakan utang menyebabkan terjadinya proses ketergantungan yang berkepanjangan kepada negara-negara kapitalis, hal ini diperparah dengan aliansi borjuis negara dengan borjuis kapitalisme internasional serta karakter negara yang totaliterianisme.

Peralihan Kekapitalisme di Negara Dunia Ketiga।

Teori Sirkulasionis (studi kasus Amerika Latin)

Tokoh-tokohnya : Andre Gunder Frank, Immanuel Wallerstein, Samir Amin dan Arghiti Emmanuel.
Teori Ketergantungan dan keterbelakangan serta Sistem dunia.
Pengambilan Surplus dari Negara pinggiran. Bagi penganut teori sirkulasionis meyakini bahwa imperialisme terjadi karena arus modal dari pinggiran ke pusat bersifat pertukaran yang timpang.
Menurut Andre Gunder Frank (Studi Kasus Chili dan Brasil)

Hubungan Negara pinggiran dan Negara pusat pasti menghasilkan yang disebut pembangunan keterbelakangan.
Frank lebih berbicara tentang aspek politik; hubungan politis antara modal asing dengan klas-klas yang berkuasa dinegara satelit.
Tiga komponen utama teori Frank
1. Modal Asing.
2. Pemerintahan lokal dinegara-negara satelit
3. Kaum Borjuis.
Ciri-ciri perkembangan kapitalisme dinegara satelit menurut Frank.
1. Kehidupan ekonomi yang bergantung pada Negara metropolis.
2. Kerjasama modal asing dengan klas2 yang berkuasa (pemerintah local dan pejabat-pejabat).
3. Terjadi kesenjangan yang sangat besar antara kaum borjuis local dan masyarakat miskin.
Menurut Arghiti Emmanuel (system dunia); terjadinya hubungan pertukaran yang timpang antara Negara periperi dan Negara pusat. (unequal exchange).

Teori Produksionis (studi kasus Asia dan Afrika)

Kritiknya terhadap sirkulasionis lebih dilihat pada hubungan produksi.
Lebih menekankan pada konsep cara produksi dan formasi social.
Lebih banyak dipengaruhui oleh pemikir2 strukturalis (Louis Althuser dan Etiene Balibar). Yang kemudian teori ini dikembangkan oleh Pierre Philipe-rey, Ernesto Laclau, Robert Brener, Hamzah Alavi (otonomi relative dan pembangunan berlebihan)..
Teori produksionis meliputi.
1. Artikulasi cara Produksi.
2. Cara-cara Produksi colonial
3. Internasionalisasi modal.

Cerita kita tentang Negeri Naga Selayang Pandang

Negeri Naga Selayang Pandang Sebuah
Catatan Perjalanan Oleh : Adi Harsono
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan
"Negara ini selalu menjadi perhatian dunia,dia dibenci, dicemburui, ditakuti sekaligus dikagumi। Dia dicurigai baik oleh negara adikuasa maupun negara-negara Asia, walaupun di abad 20 dia tidak pernah menjajah negara lain। Negara ini pernah diremehkan oleh Soeharto dan menteri-menteri Indonesia. Negara ini memang penuh pontensi juga kontroversi. Negara yang memiliki sejarah peradababan tertua, bahkan tercatat dalam kitab suci untuk dijadikan tempat menimba ilmu. Inilah Negeri Naga, bukan lagi negara tirai bambu seperti yang kita ketahui sebelumnya..."

Hari Wanita China
Tanggal 8 Maret adalah Hari Wanita Dunia juga dirayakan di China. Biasanya perayaannya cukup besar. Organisasi perempuan di sini adalah 'Persatuan Wanita 8 Maret' (PW8M), merupakan salah satu organisasi masyarakat sistem Sosialis/ Komunis. Mirip-mirip Dharmawanita Indonesia dulu, hanya saja mereka mengakar sampai ke RT/RW dan desa-desa, tidak terikat dengan lingkungan instansi mereka saja. Kegiatan utama adalah sosial, pendidikan, kesejahteraan anak-anak, membantu karyawan wanita yang terkena PHK dan lain lain. Tentu saja mereka juga ikut memperjuangkan hak kaum wanita. Dari majalah dan informasi yang saya baca, PW8M cukup efektif dalam membawa kaum wanita China keluar dari cengkraman tradisi kuno dan keterbelakangan. Tugas mereka tidak mudah mengubah tradisi penindasan kaum wanita yang sudah kronis sejak zaman kerajaan dahulu kala, dan bukankah anak prempuan dari dulu selalu dianggap sial di desa-desa di China? Kongres Tahunan Rakyat China yang ke 9 akan segera dibuka, saya lihat di TV, delegasi (setingkat DPRD) minoritas banyak yang wanita। Muda-muda dan berpakaian adat warna-warni sehingga tampak cantik-cantik.
Miss Wu dan Wanita China
Baru-baru ini seorang wanita lajang Miss Wu Shi Guang, 41 tahun, mantan General Man-ager IBM dan Microsoft di China, membuat dunia gempar dengan bukunya berjudul 'Melawan Arus' (entah sudah diterbitkan dalam bahasa Inggris belum?). Padahal wanita ini hanya lulus SMA, berparas biasa saja, mungkin karena nekad, pintar ngomong dan bergaul, karirnya naik dari seorang Pelayan Kantor IBM sampai menduduki kursi nomor satu di IBM-China, kemudian di Microsoft-China. Tahun lalu dia keluar dari Microsoft, lalu terbitlah buku karyanya yang menggemparkan China (Asian Wall Street pernah menurunkan berita gempar ini bulan Januari 2000). Saya sendiri belum baca bukunya, tapi dari berita koran yang saya baca, dia kritik habis-habisan mantan majikannya IBM dan Microsoft, dia membela rakyat China untuk menjiplak dan membajak software karena dia bilang IBM dan Microsoft terlalu rakus, mana mungkin rakyat yang gajinya tidak sampai $ 750/tahun mampu membeli komputer dan software asli...padahal rakyat China perlu belajar dan maju...dan bukankah sebagian software itu hasil jerih payah orang-orang pintar Chinese yang bekerja di IBM/Microsoft? Kemarin saya naik Taksi, lalu ngobrol dengan sopir taksi yang berumur 45 tahun। Dia punya satu anak laki-laiki berumur 13 tahun. Saya bilang, wah senang dong punya anak laki-laki di China. Eeeee, ternyata dia tidak gembira, dia bilang jaman sudah berubah, punya anak laki-laki sekarang dianggap rugi. Persepsi orang China sekarang adalah wanita akan lebih baik status dan penghasilannya dibandingkan anak laki-laki. Saya mulai mengerti mengapa toko- toko di China meriah dengan penjualan kosmetik dan baju-baju modis wanita...Dan tampaknya jumlah kaum wanita China lebih banyak dibadingkan lawan jenisnya. Ngomong-ngomong, saya lihat banyak sopir bus dan taksi yang wanita lho. Dan ngomong-ngomong lagi,tinggi rata-rata wanita China sekarang sudah lebih dari 160 cm, bahkan banyak gadis yang tingginya mencapai 172 cm. Diam-diam saya ukur-ukur mereka waktu ke diskotik Real Love dulu, sayapun hanya 176 cm. Makin tinggi badan makin tinggi status seseorang?...he॥he..
Demokrasi di China
Mungkin kurang fair kalau dunia luar menilai bahwa negeri ini tidak demokratis. Sistem satu partai mungkin tidak demokratis tapi tidak harus anti-demokrasi, demikian juga sistem banyak partai belum tentu sudah demokratis. Yang penting bagaimana sistem itu dapat mensejahterakan rakyat banyak dalam alam kehidupan yang adil, makmur, tentram dan nyaman. Tahun lalu kelompok olah raga pernapasan Fa-Lung- Gong dilarang dan pimpinannya jadi buronan (saat ini dia dilindungi di Amerika), dunia Barat gempar dan menuduh China tidak memperhatikan HAM. Menurut tuduhan resmi pemerintah China, kelompok ini sudah menjurus ke aliran anti-ilmiah dan banyak menipu rakyat. Mereka menyembah roh, bertahyul dan menolak dunia kedokteran. Saya tanya kiri-kanan orang lokal baik di kantor maupun di jalanan, apa pendapat mereka tentang Fa-Lung-Gong?, mereka rata-rata bilang bahwa bukankah sudah banyak ilmu pernapsan, Tai Chi, Wu Shu dan lain-lain, mengapa harus bikin kelompok tersendiri untuk kepentingan kelompok. Tai Chi bisa dipelajari di taman setiap pagi, gratis dan terbuka untuk siapa saja. Kesimpulan saya, sebagian besar orang lokal tidak suka atau tidak peduli dengan Fa-Lung-Gong. Hanya Amerika yang punya kepedulian 'khusus'...aneh sekali. Di Amerika, bukankah FBI juga melarang klan sejenis? Ingat peristiwa di Waco Texas, seluruh anggota gang terbakar (atau dibakar?) mati (sampai sekarangpun FBI masih berdebat membela diri...). Satu hal yang positif tentang sistem pemerintah otoriter adalah dalam perbaikan lingkungan, cepat dan efektif. Hanya diperlukan satu perintah dari pusat, maka bus kota, taksi dan kendaraan umum di China dalam waktu singkat menggantikan bensin/solar ke Bahan Bakar Gas (BBG). Dampaknya langsung terlihat dalam kualitas udara kota. Satu perintah lagi, maka dalam waktu satu tahun, jutaan pohon baru ditanam dan dipelihara. Saya hanya doakan, suatu saat turun perintah bahwa merokok dilarang di semua daratan China... Bandingkan di Los Angles, orang Amerika ingin tunjukkan demokrasinya, bedebat 10 tahun, belum juga mampu mengambil keputusan mau pakai BBG atau mobil listrik। Contoh lain, tentang HAM di Amerika, makin banyak siswa muda terbunuh oleh sejata api di Amerika. Beberapa minggu lalu kita dikagetkan lagi dengan berita anak berumur 6 tahun membunuh temannya sebaya di depan guru dan kawan-kawannya. Konyolnya Kongres Amerika masih saja bedebat bagaimana membuat senjata-canggih, bukannya melarang penjualan senjata pembunuh ini di umum...Definisi HAM untuk Senator dan HAM untuk orang tua anak gadis yang terbunuh itu tentu beda... Nanti, pada saat Kongres Amerika mengambil keputusan melarang penjulan senjata api seperti di negara-negara lain, ribuan anak sudah kehilangan nyawa di halaman sekolah. Inikah harga sebuah demokrasi?
Apakah kebebasan pers dijamin di China?
Sulit dijawab secara langsung. Tapi bila anda bisa membaca dan mengerti huruf Mandarin maka China adalah gudang dan surga buku & majalah (Nabi bilang, carilah ilmu sampai ke negeri China...). Bukunya murah-murah pula. Kecuali majalah Playboy dan sejenisnya, banyak majalah Barat (Metropolitan, ELLE, Fashion, PC World, dll..) dijual di stan pinggir jalan, dalam bahasa Mandarin tentunya (edisi Chinese). Majalah bulanan teknologi bidang teknologi-informasi ada lebih dari 30 jenis, mabok membacanya (karena saya masih bekerja keras belajar mambaca Mandarin). Majalah lokal bahkan sangat berani, file-file pengadilan korupsi misalnya dijilidkan dalam majalah bulanan 'Hukum dan Pengadilan'. Kritikan langsung dan tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah tertulis jelas. Majalah sastra bukan main ragam dan jenisnya. Tiap kota mempunyai 5 atau 6 jenis majalah sastra. Cerita kehidupan desa, cerita kampus, cerita cinta, cerita suka-duka wanita, cerita masa lalu, khayalan masa depan...Luar biasa...Tidak ketinggalan buku sastra 'Sam-Kok', sastra 'Perjalanan Ke Barat' dan 'Hong Lo Men - Mimpi Rumah Merah'. Kata teman dari Solo, asyiknya baca buku sastra kalau pakai sarung, kaos oblong, duduk di tikar sambil minum kopi... CD, VCD dan DVD sangat populer. Harga CD musik rata-rata 10 Yuan ($1.2), kalau lagu-lagu Barat populer baru sekitar 60 Yuan ($7.5), semua resmi (mungkin juga aspal). Harga VCD sekitar 30 Yuan ($ 3.7), semuanya ada, dari cerita kuno, cerita silat, cerita perang pembebasan, film-film Rusia, sampai film-film Hollywood baru. Yang tidak boleh dijual adalah film horor/setan/hantu (karena ini anti-ilmiah) dan film porno. Tapi, film pendidikan seks boleh dan dijual bebas. Harga DVD sekitar 80 Yuan ($ 10). Kalau ada yang suka nonton film TV seri silat 'Tou-Lion-Tou', di sini dijual...satu set (20 VCD) cuma 120 yuan, asli lagi. Program TV-kabel seperti HBO, TNT, CNN, EPSN, CSPAN, BBC, TV Thailand, Jepang, Jerman, Hongkong, Perancis, M-TV, Fashion Channel, bahkan acara pengajian tiap pagi RCTI dan TVRI dapat dinikmati di hotel atau kita bisa langganan di rumah। Apa ini kurang bebas? Koran-koran tampaknya lebih sopan, masih kental dengan pesan-pesan pemerintah. Jangan harapkan ada berita yang bikin heboh tanpa bukti, seperti di Indonesia. Pers bebas yang bertanggung jawab kelihatannya diterapkan ketat sekali. Siapa tidak ketir kalau hukumannya tembak mati kalau menyebarkan rumor? Tapi berita tentang Indonesia banyak sekali dan umumnya positif. Gus Dur dan Wiranto populer di antara sopir-sopir taksi Shanghai. Begitu mereka tahu saya dari Indonesia, langsung topik bicara mengalih ke Gus Dur dan Wiranto. Kadang-kadang mereka tahu lebih banyak, misalnya Gus Dur itu waktu kecil suka main dadu/kelereng...(saya tahunya Gus Dur kecil suka naik pohon cari jambu...)
WTO
Begitu terbit berita China akan masuk WTO, dalam waktu sebulan sudah puluhan judul buku tentang WTO terpajang di pinggir jalan। Apa itu WTO, sejarahnya, apa segi positifnya, apa negatifnya. Buku-bukunya tebal-tebal dan murah. Yang mengarang buku juga bukan orang sembarangan, biasanya profesor ekonomi dari universitas ini dan itu....Tentu saja ada buku yang berbobot dan ada yang asal comot dan terjemahan dari internet. Tapi bukankah ini cara efektif mendidik rakyat sebelum suatu kebijakan penting diambil?. Bandingkan dengan Indonesia, sudah masuk WTO sejak 1996 pun, banyak mahasiswa UI masih bingung cari definisi WTO. Bahkan pernah ada yang manganggap mobil Mobnas Timor itu WTO....atau Tommy Soeharto itu boss WTO...Bahh॥
Kehidupan dan Kriminal
Pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 7% berturut-turut sepanjang 10 tahun lebih (bahkan saat Asia lagi krisis), mungkin hanya ada di China. Bila rakyat miskin, banyak yang susah; tapi bila rakyat mulai kaya, godaan kapitalis tidak terhindarkan. Korupsi dan segala penyakit sosial tidak terhindarkan. Tindakan maksimum yang bisa dilakukan pemerintah hanyalah mengendalikan, mengurangi dan mencegah, sama sekali tidak bisa menghilangkan dampak negatif kapitalis. Katanya, para pejabat tidak boleh menerima hadiah bernilai lebih dari 10% dari gaji bulanannya. Di atas itu dianggap menerima suap. Sesekali terdengar berita ada pejabat pemerintah dan militer yang diadili dan ditembak mati karena tuduhan korupsi atau KKN. Terakhir wakil Gubenur propinsi Shang-Xi ditembak mati karena terbukti korupsi US$ 650 ribu (bandingkan dengan kasus dugaan korupsi Ghalib di Indone-sia). Hebatnya (sakitnya) lagi, keluarga yang ditinggalkan masih dibebani oleh biaya penembakan. Harga satu peluru adalah 30 sen. Biasanya dalam mayat terpidana bisa ditemukan lebih dari satu peluru karena ditembaki oleh satu regu penembak. Dengan sistem hukum yang demikian 'kejam'nya pun kejahatan hanya bisa dibendung, tidak bisa dibasmi habis. Minggu lalu, saya naik taksi, dikembalikan uang pecahan 50 Yuan, ternyata uang palsu... Kemarin diberitakan bahwa kecanduan narkoba di China meningkat 14% dibandingkan tahun 1998। Ada 568,000 orang yang kecanduan narkoba. (mengapa risau? bukankah penduduk China ada 1,3 milyar...) Mungkin perlu satu perintah lagi, bahwa bukan hanya pengedar, tapi pengguna narkobapun yang bisa ditembak mati.... Angka kriminal di Shanghai termasuk yang pal-ing rendah di China sampai saat ini. Penduduknya ada yang bilang 19 juta tapi ada yang bilang 14 juta, yang jelas orangnya banyak sekali. Walaupun demikian jalan-jalan tidak macet. Gedung-gedung pencakar langit tak terhitung, malah mereka memiliki gedung tertinggi ke 2, 3 dan ke 4 di Asia. Saya belum pernah berjumpa dengan pengemis (entah dilarang atau memang tidak ada?). Saya perhatikan manusia Shanghai di jalanan, di toko dan di kantor, hampir semuanya ceria, anak-anak montok berpipi merah mungkin kegemukan atau karena udara dingin, yang jelas mereka happy dan hidup nyaman. Tampaknya.
Teknolgi & Ilmu Pengetahuan
Kalau tidak ada hal-hal aneh yang menghalang (seperti isu perang Taiwan yang lagi hangat misalnya), rencananya bulan Oktober nanti China akan mengirim astornot lokal dalam roket lokal buatan sendiri। Kalau berhasil ini tentu prestasi luar biasa. Sejauh ini hanya ada dua negara yang menguasai teknologi ruang-angkasa secara utuh, Rusia dan Amerika. Saya harap China mau mengundang mantan mensitek BJ Habibie untuk nonton peluncuran itu, karena Habibie selalu menganggap dirinya lebih pintar daripada ilmuwan China. Saya ingat dalam wawancara TVRI tahun 1996, Habibie dengan mata melotot pernah ngotot bahwa IPTN lebih maju 20 tahun dibandingkan China. Dalam bidang pengembangan perangkat lunak, mungkin China adalah satu-satunya negara di luar negara-negara maju yang mampu membikin sendiri COS (Chip Operating System) untuk mobile telecommunication. Kita di Schlumberger perlu ber-tahun-tahun untuk mengembangkan COS, tapi mereka cuma memerlukan 6 bulan. Apa mereka mencuri teknologi? Waduh, jangan sembarang menuduh, bisa ditembak nanti...
Akhir Catatan Perjalanan-2:
Sebelum mengakhiri catatan perjalanan ini, saya mau menceritakan pengalaman 11 tahun yang lalu. Tanggal 12 Juni 1989, saya tiba di kota Melbourne Australia untuk urusan dinas. Waktu itu peristiwa Tien-An-Men baru meletus, dunia gempar dengan kesadisan tentara China terhadap mahasiswa yang menuntut demokrasi di lapangan Tien-An-Men. Dalam perjalanan dari Bandara, saya ngobrol dengan sopir taksi orang Australia tulen. Saya tanya pandangannya terhadap peristiwa berdarah itu. Dia tidak pernah ke China tapi suka makanan Chinese. Jawabannya sungguh di luar harapan saya. Dia mendukung 100% tindakan pemerintah dan militer China terhadap mahasiswa!! Dia bilang, pemerintah China terlalu baik hati, membiarkan lapangan Tien-An- Men diduduki oleh mahasiswa selama 3 bulan. Pusat kegiatan pemerintah dikotori, tidak dihormati,...Dia ternyata mengikuti dengan baik seluruh proses peristiwa itu melalui TV , koran dan radio. Kalau hal ini terjadi di gedung parlemen Australia, dia percaya polisi dan pemerintah Australia tidak akan membiarkan juga, apalagi sampai 3 bulan... Lalu bagaimana terhadap mahasiswa yang mati...? Dia bilang, kalau mahasiswa sudah disuruh bubar berkali-kali masih membandel, lalu mau diapakan lagi?...Yang mati belum tentu mahasiswa, mungkin provokator,..Buktinya mereka tidak mendapat dukungan rakyat......Yang ribut-ribut itu dunia Barat....dia ngoceh terus... Saya kaget, karena selama ini selalu menganggap orang Australia seperti katak dalam tempurung, tidak peduli terhadap politik...ternyata ada juga yang lain, sopir taxi lagi... 10 tahun setelah peristiwa Tien-An-Men, China tidak terpecah belah seperti Rusia (atau Indo-nesia). Ekonomi tumbuh pesat, rakyat mulai makmur, Hongkong, Macau bersatu kembali, sebentar lagi Taiwan (??), tidak ada perang etnis, agama. Tidak ada lagi darah mengalir percuma... Mungkin sopir Taksi Australia itu ada benarnya...Inilah demokrasi model China ...Inikah negeri rekomendasi Nabi?.. Kita jumpa lagi nanti ... Semoga tidak bosan membaca.(AH)

Negeri Naga Selayang Pandang

Negeri Naga Selayang Pandang

Negara ini selalu menjadi perhatian dunia,dia dibenci, dicemburui, ditakuti sekaligus dikagumi. Dia dicurigai baik oleh negara adikuasa maupun negara-negara Asia, walaupun di abad 20 dia tidak pernah menjajah negara lain. Negara ini pernah diremehkan oleh Soeharto dan menteri-menteri Indonesia. Negara ini memang penuh pontensi juga kontroversi. Negara yang memiliki sejarah peradababan tertua, bahkan tercatat dalam kitab suci untuk dijadikan tempat menimba ilmu. Inilah Negeri Naga, bukan lagi negara tirai bambu seperti yang kita ketahui sebelumnya...

Hari Wanita China
Tanggal 8 Maret adalah Hari Wanita Dunia juga dirayakan di China. Biasanya perayaannya cukup besar. Organisasi perempuan di sini adalah 'Persatuan Wanita 8 Maret' (PW8M), merupakan salah satu organisasi masyarakat sistem Sosialis/ Komunis. Mirip-mirip Dharmawanita Indonesia dulu, hanya saja mereka mengakar sampai ke RT/RW dan desa-desa, tidak terikat dengan lingkungan instansi mereka saja. Kegiatan utama adalah sosial, pendidikan, kesejahteraan anak-anak, membantu karyawan wanita yang terkena PHK dan lain lain. Tentu saja mereka juga ikut memperjuangkan hak kaum wanita. Dari majalah dan informasi yang saya baca, PW8M cukup efektif dalam membawa kaum wanita China keluar dari cengkraman tradisi kuno dan keterbelakangan. Tugas mereka tidak mudah mengubah tradisi penindasan kaum wanita yang sudah kronis sejak zaman kerajaan dahulu kala, dan bukankah anak prempuan dari dulu selalu dianggap sial di desa-desa di China?
Kongres Tahunan Rakyat China yang ke 9 akan segera dibuka, saya lihat di TV, delegasi (setingkat DPRD) minoritas banyak yang wanita. Muda-muda dan berpakaian adat warna-warni sehingga tampak cantik-cantik.
Miss Wu dan Wanita China
Baru-baru ini seorang wanita lajang Miss Wu Shi Guang, 41 tahun, mantan General Man-ager IBM dan Microsoft di China, membuat dunia gempar dengan bukunya berjudul 'Melawan Arus' (entah sudah diterbitkan dalam bahasa Inggris belum?). Padahal wanita ini hanya lulus SMA, berparas biasa saja, mungkin karena nekad, pintar ngomong dan bergaul, karirnya naik dari seorang Pelayan Kantor IBM sampai menduduki kursi nomor satu di IBM-China, kemudian di Microsoft-China. Tahun lalu dia keluar dari Microsoft, lalu terbitlah buku karyanya yang menggemparkan China (Asian Wall Street pernah menurunkan berita gempar ini bulan Januari 2000). Saya sendiri belum baca bukunya, tapi dari berita koran yang saya baca, dia kritik habis-habisan mantan majikannya IBM dan Microsoft, dia membela rakyat China untuk menjiplak dan membajak software karena dia bilang IBM dan Microsoft terlalu rakus, mana mungkin rakyat yang gajinya tidak sampai $ 750/tahun mampu membeli komputer dan software asli...padahal rakyat China perlu belajar dan maju...dan bukankah sebagian software itu hasil jerih payah orang-orang pintar Chinese yang bekerja di IBM/Microsoft?
Kemarin saya naik Taksi, lalu ngobrol dengan sopir taksi yang berumur 45 tahun. Dia punya satu anak laki-laiki berumur 13 tahun. Saya bilang, wah senang dong punya anak laki-laki di China. Eeeee, ternyata dia tidak gembira, dia bilang jaman sudah berubah, punya anak laki-laki sekarang dianggap rugi. Persepsi orang China sekarang adalah wanita akan lebih baik status dan penghasilannya dibandingkan anak laki-laki. Saya mulai mengerti mengapa toko- toko di China meriah dengan penjualan kosmetik dan baju-baju modis wanita...Dan tampaknya jumlah kaum wanita China lebih banyak dibadingkan lawan jenisnya. Ngomong-ngomong, saya lihat banyak sopir bus dan taksi yang wanita lho. Dan ngomong-ngomong lagi,tinggi rata-rata wanita China sekarang sudah lebih dari 160 cm, bahkan banyak gadis yang tingginya mencapai 172 cm. Diam-diam saya ukur-ukur mereka waktu ke diskotik Real Love dulu, sayapun hanya 176 cm. Makin tinggi badan makin tinggi status seseorang?...he..he..
Demokrasi di China
Mungkin kurang fair kalau dunia luar menilai bahwa negeri ini tidak demokratis. Sistem satu partai mungkin tidak demokratis tapi tidak harus anti-demokrasi, demikian juga sistem banyak partai belum tentu sudah demokratis. Yang penting bagaimana sistem itu dapat mensejahterakan rakyat banyak dalam alam kehidupan yang adil, makmur, tentram dan nyaman. Tahun lalu kelompok olah raga pernapasan Fa-Lung- Gong dilarang dan pimpinannya jadi buronan (saat ini dia dilindungi di Amerika), dunia Barat gempar dan menuduh China tidak memperhatikan HAM. Menurut tuduhan resmi pemerintah China, kelompok ini sudah menjurus ke aliran anti-ilmiah dan banyak menipu rakyat. Mereka menyembah roh, bertahyul dan menolak dunia kedokteran. Saya tanya kiri-kanan orang lokal baik di kantor maupun di jalanan, apa pendapat mereka tentang Fa-Lung-Gong?, mereka rata-rata bilang bahwa bukankah sudah banyak ilmu pernapsan, Tai Chi, Wu Shu dan lain-lain, mengapa harus bikin kelompok tersendiri untuk kepentingan kelompok. Tai Chi bisa dipelajari di taman setiap pagi, gratis dan terbuka untuk siapa saja. Kesimpulan saya, sebagian besar orang lokal tidak suka atau tidak peduli dengan Fa-Lung-Gong. Hanya Amerika yang punya kepedulian 'khusus'...aneh sekali. Di Amerika, bukankah FBI juga melarang klan sejenis? Ingat peristiwa di Waco Texas, seluruh anggota gang terbakar (atau dibakar?) mati (sampai sekarangpun FBI masih berdebat membela diri...). Satu hal yang positif tentang sistem pemerintah otoriter adalah dalam perbaikan lingkungan, cepat dan efektif. Hanya diperlukan satu perintah dari pusat, maka bus kota, taksi dan kendaraan umum di China dalam waktu singkat menggantikan bensin/solar ke Bahan Bakar Gas (BBG). Dampaknya langsung terlihat dalam kualitas udara kota. Satu perintah lagi, maka dalam waktu satu tahun, jutaan pohon baru ditanam dan dipelihara. Saya hanya doakan, suatu saat turun perintah bahwa merokok dilarang di semua daratan China...
Bandingkan di Los Angles, orang Amerika ingin tunjukkan demokrasinya, bedebat 10 tahun, belum juga mampu mengambil keputusan mau pakai BBG atau mobil listrik. Contoh lain, tentang HAM di Amerika, makin banyak siswa muda terbunuh oleh sejata api di Amerika. Beberapa minggu lalu kita dikagetkan lagi dengan berita anak berumur 6 tahun membunuh temannya sebaya di depan guru dan kawan-kawannya. Konyolnya Kongres Amerika masih saja bedebat bagaimana membuat senjata-canggih, bukannya melarang penjualan senjata pembunuh ini di umum...Definisi HAM untuk Senator dan HAM untuk orang tua anak gadis yang terbunuh itu tentu beda... Nanti, pada saat Kongres Amerika mengambil keputusan melarang penjulan senjata api seperti di negara-negara lain, ribuan anak sudah kehilangan nyawa di halaman sekolah. Inikah harga sebuah demokrasi?
Apakah kebebasan pers dijamin di China?
Sulit dijawab secara langsung. Tapi bila anda bisa membaca dan mengerti huruf Mandarin maka China adalah gudang dan surga buku & majalah (Nabi bilang, carilah ilmu sampai ke negeri China...). Bukunya murah-murah pula. Kecuali majalah Playboy dan sejenisnya, banyak majalah Barat (Metropolitan, ELLE, Fashion, PC World, dll..) dijual di stan pinggir jalan, dalam bahasa Mandarin tentunya (edisi Chinese). Majalah bulanan teknologi bidang teknologi-informasi ada lebih dari 30 jenis, mabok membacanya (karena saya masih bekerja keras belajar mambaca Mandarin). Majalah lokal bahkan sangat berani, file-file pengadilan korupsi misalnya dijilidkan dalam majalah bulanan 'Hukum dan Pengadilan'. Kritikan langsung dan tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah tertulis jelas. Majalah sastra bukan main ragam dan jenisnya. Tiap kota mempunyai 5 atau 6 jenis majalah sastra. Cerita kehidupan desa, cerita kampus, cerita cinta, cerita suka-duka wanita, cerita masa lalu, khayalan masa depan...Luar biasa...Tidak ketinggalan buku sastra 'Sam-Kok', sastra 'Perjalanan Ke Barat' dan 'Hong Lo Men - Mimpi Rumah Merah'. Kata teman dari Solo, asyiknya baca buku sastra kalau pakai sarung, kaos oblong, duduk di tikar sambil minum kopi... CD, VCD dan DVD sangat populer. Harga CD musik rata-rata 10 Yuan ($1.2), kalau lagu-lagu Barat populer baru sekitar 60 Yuan ($7.5), semua resmi (mungkin juga aspal). Harga VCD sekitar 30 Yuan ($ 3.7), semuanya ada, dari cerita kuno, cerita silat, cerita perang pembebasan, film-film Rusia, sampai film-film Hollywood baru. Yang tidak boleh dijual adalah film horor/setan/hantu (karena ini anti-ilmiah) dan film porno. Tapi, film pendidikan seks boleh dan dijual bebas. Harga DVD sekitar 80 Yuan ($ 10). Kalau ada yang suka nonton film TV seri silat 'Tou-Lion-Tou', di sini dijual...satu set (20 VCD) cuma 120 yuan, asli lagi.
Program TV-kabel seperti HBO, TNT, CNN, EPSN, CSPAN, BBC, TV Thailand, Jepang, Jerman, Hongkong, Perancis, M-TV, Fashion Channel, bahkan acara pengajian tiap pagi RCTI dan TVRI dapat dinikmati di hotel atau kita bisa langganan di rumah. Apa ini kurang bebas? Koran-koran tampaknya lebih sopan, masih kental dengan pesan-pesan pemerintah. Jangan harapkan ada berita yang bikin heboh tanpa bukti, seperti di Indonesia. Pers bebas yang bertanggung jawab kelihatannya diterapkan ketat sekali. Siapa tidak ketir kalau hukumannya tembak mati kalau menyebarkan rumor? Tapi berita tentang Indonesia banyak sekali dan umumnya positif. Gus Dur dan Wiranto populer di antara sopir-sopir taksi Shanghai. Begitu mereka tahu saya dari Indonesia, langsung topik bicara mengalih ke Gus Dur dan Wiranto. Kadang-kadang mereka tahu lebih banyak, misalnya Gus Dur itu waktu kecil suka main dadu/kelereng...(saya tahunya Gus Dur kecil suka naik pohon cari jambu...)
WTO
Begitu terbit berita China akan masuk WTO, dalam waktu sebulan sudah puluhan judul buku tentang WTO terpajang di pinggir jalan. Apa itu WTO, sejarahnya, apa segi positifnya, apa negatifnya. Buku-bukunya tebal-tebal dan murah. Yang mengarang buku juga bukan orang sembarangan, biasanya profesor ekonomi dari universitas ini dan itu....Tentu saja ada buku yang berbobot dan ada yang asal comot dan terjemahan dari internet. Tapi bukankah ini cara efektif mendidik rakyat sebelum suatu kebijakan penting diambil?. Bandingkan dengan Indonesia, sudah masuk WTO sejak 1996 pun, banyak mahasiswa UI masih bingung cari definisi WTO. Bahkan pernah ada yang manganggap mobil Mobnas Timor itu WTO....atau Tommy Soeharto itu boss WTO...Bahh..
Kehidupan dan Kriminal
Pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 7% berturut-turut sepanjang 10 tahun lebih (bahkan saat Asia lagi krisis), mungkin hanya ada di China. Bila rakyat miskin, banyak yang susah; tapi bila rakyat mulai kaya, godaan kapitalis tidak terhindarkan. Korupsi dan segala penyakit sosial tidak terhindarkan. Tindakan maksimum yang bisa dilakukan pemerintah hanyalah mengendalikan, mengurangi dan mencegah, sama sekali tidak bisa menghilangkan dampak negatif kapitalis.
Katanya, para pejabat tidak boleh menerima hadiah bernilai lebih dari 10% dari gaji bulanannya. Di atas itu dianggap menerima suap. Sesekali terdengar berita ada pejabat pemerintah dan militer yang diadili dan ditembak mati karena tuduhan korupsi atau KKN. Terakhir wakil Gubenur propinsi Shang-Xi ditembak mati karena terbukti korupsi US$ 650 ribu (bandingkan dengan kasus dugaan korupsi Ghalib di Indone-sia). Hebatnya (sakitnya) lagi, keluarga yang ditinggalkan masih dibebani oleh biaya penembakan. Harga satu peluru adalah 30 sen. Biasanya dalam mayat terpidana bisa ditemukan lebih dari satu peluru karena ditembaki oleh satu regu penembak.
Dengan sistem hukum yang demikian 'kejam'nya pun kejahatan hanya bisa dibendung, tidak bisa dibasmi habis.
Minggu lalu, saya naik taksi, dikembalikan uang pecahan 50 Yuan, ternyata uang palsu... Kemarin diberitakan bahwa kecanduan narkoba di China meningkat 14% dibandingkan tahun 1998. Ada 568,000 orang yang kecanduan narkoba. (mengapa risau? bukankah penduduk China ada 1,3 milyar...) Mungkin perlu satu perintah lagi, bahwa bukan hanya pengedar, tapi pengguna narkobapun yang bisa ditembak mati.... Angka kriminal di Shanghai termasuk yang pal-ing rendah di China sampai saat ini. Penduduknya ada yang bilang 19 juta tapi ada yang bilang 14 juta, yang jelas orangnya banyak sekali. Walaupun demikian jalan-jalan tidak macet. Gedung-gedung pencakar langit tak terhitung, malah mereka memiliki gedung tertinggi ke 2, 3 dan ke 4 di Asia. Saya belum pernah berjumpa dengan pengemis (entah dilarang atau memang tidak ada?). Saya perhatikan manusia Shanghai di jalanan, di toko dan di kantor, hampir semuanya ceria, anak-anak montok berpipi merah mungkin kegemukan atau karena udara dingin, yang jelas mereka happy dan hidup nyaman. Tampaknya.
Teknolgi & Ilmu Pengetahuan
Kalau tidak ada hal-hal aneh yang menghalang (seperti isu perang Taiwan yang lagi hangat misalnya), rencananya bulan Oktober nanti China akan mengirim astornot lokal dalam roket lokal buatan sendiri. Kalau berhasil ini tentu prestasi luar biasa. Sejauh ini hanya ada dua negara yang menguasai teknologi ruang-angkasa secara utuh, Rusia dan Amerika. Saya harap China mau mengundang mantan mensitek BJ Habibie untuk nonton peluncuran itu, karena Habibie selalu menganggap dirinya lebih pintar daripada ilmuwan China. Saya ingat dalam wawancara TVRI tahun 1996, Habibie dengan mata melotot pernah ngotot bahwa IPTN lebih maju 20 tahun dibandingkan China. Dalam bidang pengembangan perangkat lunak, mungkin China adalah satu-satunya negara di luar negara-negara maju yang mampu membikin sendiri COS (Chip Operating System) untuk mobile telecommunication. Kita di Schlumberger perlu ber-tahun-tahun untuk mengembangkan COS, tapi mereka cuma memerlukan 6 bulan. Apa mereka mencuri teknologi? Waduh, jangan sembarang menuduh, bisa ditembak nanti...
Akhir Catatan Perjalanan-2:
Sebelum mengakhiri catatan perjalanan ini, saya mau menceritakan pengalaman 11 tahun yang lalu. Tanggal 12 Juni 1989, saya tiba di kota Melbourne Australia untuk urusan dinas. Waktu itu peristiwa Tien-An-Men baru meletus, dunia gempar dengan kesadisan tentara China terhadap mahasiswa yang menuntut demokrasi di lapangan Tien-An-Men.
Dalam perjalanan dari Bandara, saya ngobrol dengan sopir taksi orang Australia tulen. Saya tanya pandangannya terhadap peristiwa berdarah itu. Dia tidak pernah ke China tapi suka makanan Chinese. Jawabannya sungguh di luar harapan saya. Dia mendukung 100% tindakan pemerintah dan militer China terhadap mahasiswa!! Dia bilang, pemerintah China terlalu baik hati, membiarkan lapangan Tien-An- Men diduduki oleh mahasiswa selama 3 bulan. Pusat kegiatan pemerintah dikotori, tidak dihormati,...Dia ternyata mengikuti dengan baik seluruh proses peristiwa itu melalui TV , koran dan radio. Kalau hal ini terjadi di gedung parlemen Australia, dia percaya polisi dan pemerintah Australia tidak akan membiarkan juga, apalagi sampai 3 bulan... Lalu bagaimana terhadap mahasiswa yang mati...? Dia bilang, kalau mahasiswa sudah disuruh bubar berkali-kali masih membandel, lalu mau diapakan lagi?...Yang mati belum tentu mahasiswa, mungkin provokator,..Buktinya mereka tidak mendapat dukungan rakyat......Yang ribut-ribut itu dunia Barat....dia ngoceh terus... Saya kaget, karena selama ini selalu menganggap orang Australia seperti katak dalam tempurung, tidak peduli terhadap politik...ternyata ada juga yang lain, sopir taxi lagi... 10 tahun setelah peristiwa Tien-An-Men, China tidak terpecah belah seperti Rusia (atau Indo-nesia). Ekonomi tumbuh pesat, rakyat mulai makmur, Hongkong, Macau bersatu kembali, sebentar lagi Taiwan (??), tidak ada perang etnis, agama. Tidak ada lagi darah mengalir percuma... Mungkin sopir Taksi Australia itu ada benarnya...Inilah demokrasi model China ...Inikah negeri rekomendasi Nabi?.. Kita jumpa lagi nanti ... Semoga tidak bosan membaca.

Minggu, 09 September 2007

CERITA KITA TENTANG : Soedjinah, pimpinan Gerwani dan pendukung Bung Karno

In memoriam :

Soedjinah, pimpinan Gerwani
dan pendukung Bung Karno


Berikut di bawah adalah sekelumit dari riwayat hidup Soedjinah, seorang wanita Indonesia yang dalam hidupnya dari sejak muda belia sudah ikut dalam perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia, yang kemudian menjadi pimpinan organisasi wanita yang terbesar di Indonesia, Gerwani. Soedjinah dipenjara selama belasan tahun oleh rezim militer Orde Baru setelah ditangkap dalam tahun 1967 karena ia aktif melakukan kegiatan-kegiatan bersama sejumlah kawan-kawannya dalam gerakan PKPS (Pendukung Komando Presiden Sukarno).

Soedjinah, yang pernah beberapa tahun mewakili gerakan wanita Indonesia dalam Gabungan Wanita Demokratik Sedunia (GWDS) dan ikut dalam berbagai konferensi internasional, telah mengalami bermacam-macam siksaan selama dalam tahanan militer, seperti halnya banyak wanita lainnya yang pernah ditahan atau dipenjarakan selama bertahun-tahun oleh rezim Suharto dkk.

Dengan menyimak sejenak riwayat hidupnya, yang berupa wawancara dengan HD Haryo Sasongko (editor buku "Terempas Gelombang Pasang" karya Soedjinah, terbitan ISAI) maka kita semua ingat kembali kepada kekejaman dan kesewenang-wenangan rezim Suharto terhadap orang-orang kiri, termasuk anggota dan simpatisan PKI dan pendukung Presiden Sukarno.

Riwayat hidup Soedjinah, yang menggambarkan bagaimana ia telah berjuang untuk bangsa, dan khususnya untuk kebangkitan dan kebebasan wanita Indonesia, perlu diketahui oleh banyak orang, terutama generasi muda dewasa ini dan di masa-masa yang akan datang.. Selain itu, penyajian secara singkat kisah hiduppnya ini juga untuk mengingat kembali betapa besar kekejaman rezim militer Suharto dkk terhadap ratusan ribu -- bahkan jutaan -- orang-orang yang tidak bersalah apa-apa.

Soedjinah, yang di harituanya – sampai wafatnya -- terpaksa tinggal di sebuah rumah jompo di Jakarta, hanyalah seorang dari begitu banyak kader-kader, aktifis, dan pimpinan Gerwani, yang telah dipersekusi di seluruh Indonesia. Sekarang ini masih banyak di antara mereka yang tetap terus mengalami berbagai penderitaan sebagai eks-tapol.

Mengingat itu semualah maka berikut ini disajikan wawancara dengan Soedjinah, yang dilakukan oleh HD Haryo Sasongko dalam bulan Desember 2000, yang selengkapnya adalah sebagai berikut.

Umar Said

* * * *


Tanggal 6 September 2007, SOEDJINAH telah meninggal dunia. Untuk mengenang wafatnya tokoh wanita yang pernah terlibat dalam perjuangan fisik di masa revolusi kemerdekaan dan perjuangan politik di masa prakemerdekaan, namun nasib dirinya sendiri tidak merdeka sampai di akhir hidupnya, berikut dikutip kembali sinopsis wawancara dengan SOEDJINAH, diangkat dari kumpulan dokumen tentang Korban Tragedi '65. Karena wawancara dilakukan pada tahun 2000, jadi tidak mencakup kisah SOEDJINAH ketika masuk ke rumah Jompo. Semoga ada manfaatnya. (HD. Haryo Sasongko)

« Menyaksikan dan merasakan hidup terjajah, Soedjinah terpanggil untuk ikut bergerilya membantu Tentara Pelajar dan laskar-laskar lainnya yang berniat mengusir penjajah. Karena tak tahan melihat darah, dia memilih sebagai kurir. Selama Perang Kemerdekaan dia tak pernah absen, baik dalam menghadapi Clash I atau Clash II. Usai penyerahan kedaulatan barulah dia kembali ke sekolah, kuliah dan kemudian aktif di Pemuda Rakyat serta Gerwani. Dari sana dia kemudian melanglang buana, menghadiri berbagai forum pertemuan internasional. Namun tragedi 1965 membawanya masuk penjara dan disekap di sana selama 16 tahun. Toh, di balik terali besi itu, dia terus melanjutkan perjuangannya. Dia pun menulis pengalaman, puisi dan cerita pendek di kertas yang dicurinya dari petugas penjara. Kini di masa tuanya, tanpa suami tanpa anak, Soedjinah memanfaatkan kemampuannya berbahasa Inggris, Belanda dan Jerman dengan menjadi penerjemah dan memberikan kursus di LSM maupun di rumah kontrakannya.

Ikut Bergerilya dan Melanglang Buana
Sebagai anak pertama dari seorang Abdi Dalem Kraton Kasunanan Sala yang lahir pada tahun 1929 ini, Soedjinah mendapat kesempatan mengecap pendidikan HIS selama tujuh tahun sampai tamat yang kala itu sebenarnya hanya terbuka bagi keluarga orang-orang Belanda atau keluarga bangsawan saja. Hal itu terjadi karena Soedjinah “didekati” oleh seorang putera Mangkubumi. Karena itu pula Soedjinah sudah menguasai bahasa Belanda sejak masa kanak-kanak. Kemudian dia melanjutkan pendidikan di MULO, namun kali ini tidak sampai tamat karena baru menginjak tahun pertama Jepang datang. Sehingga Soedjinah harus melanjutkan pendidikan di sekolah Jepang selama tiga tahun dan selesai di masa penjajahan Jepang.

Ketika itu Soedjinah mulai merasakan perlakuan penjajah Belanda maupun Jepang yang sama-sama merendahkan bangsanya. Mula-mula dia harus memberi hormat terhadap orang-orang Belanda dan kemudian terhadap orang-orang Jepang. Sementara orang-orang pribumi tetap menjadi warga kelas tiga pada strata yang paling bawah. Lebih-lebih Soedjinah sangat sakit hati karena ketika itu – dengan alasan untuk biaya perang – Jepang menyita harta benda milik rakyat pribumi seperti emas atau berlian sambil melakukan pemerasan serta pelecehan seksual terhadap kaum wanita.

Karena itu sejak Proklamasi Kemerdekaan Soedjinah menyambut gembira dengan ikut serta di badan-badan perjuangan. Pada masa perang kemerdekaan berkecamuk, Soedjinah pada tahun 1946-47 (Clash I) masuk dalam Barisan Penolong sebagai kurir dan membantu logistik dapur umum di tengah medan pertempuran yang terjadi antara lain di daerah Ampel dekat Salatiga hingga Tengaran dekat Semarang. Dia bergaul akrab dengan para laskar pejuang muda yang kebanyakan dari TP (Tentara Pelajar), antara lain dipimpin oleh Achmadi yang di kemudian hari menjadi seorang menteri pada masa pemerintahan Bung Karno.

Pada Clash II yang berlangsung hingga tahun 1949, Soedjinah juga ikut aktif bergerilya bersama tentara dan TP sampai di Bekonang dan tempat tempat lain. Salah seorang pimpinannya yang masih diingat Soedjinah ialah Soebroto yang di kemudian hari juga menjadi menteri. Ketika itu Soedjinah berperan sebagai kurir antar pasukan gerilya yang berada di desa dan di perkotaan. Siang malam harus jalan kaki menyusup di pedesaan untuk menghindari patroli Belanda.

Tahun 1950 ketika terjadi cease fire, Soedjinah kembali ke kota (Sala) untuk melanjutkan sekolah sampai dapat menyelesaikan SMAnya di Yogyakarta pada tahun 1952. Ketika itu Soedjinah pernah mendapatkan beasiswa untuk 5 tahun. Dia manfaatkan beasiswa itu untuk masuk ke Universitas Gajah Mada di fakultas sosial politik yang sayangnya hanya sampai tiga tahun saja karena beasiswa sudah tidak ada lagi. Selanjutnya Soedjinah aktif di Pesindo yang di kemudian hari menjadi Pemuda Rakyat dan juga di Gerwis yang di kemudian hari menjelma menjadi Gerwani. Bahkan ketika Gerwis menyelenggarakan Konferensi Nasionalnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1951, Soedjinah sudah ikut serta di mana ketika itu juga ada SK Trimurti sebagai salah seorang ketuanya. Pada masa itu di samping Gerwis juga sudah ada organisasi wanita Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) yang sudah berdiri sejak 1946 dan Aisyiyah dari Masyumi. Sejak Konferensi Nasional yang pertama itu, Gerwis sudah menjadi anggota Gabungan Wanita Demokratis Sedunia.

Dalam Kongres Gerwis di Jakarta pada 1954, barulah namanya berubah menjadi Gerwani dan sekretariatnya pun pindah dari Surabaya ke Jakarta dengan Ketua Umum Umi Sardjono. Sejak itu pula Gerwani mengembangkan sayapnya dan jumlah keanggotaannya terus meningkat di seluruh Indonesia. Soedjinah semakin aktif di organisasi ini. Aksi-aksi menentang kenaikan harga bahan pokok, pemerkosaan dan pelecehan seksual menjadi salah satu tema perjuangan Gerwani yang banyak menarik simpati masyarakat wanita, sehingga sebelum pecahnya tragedi 1965, Gerwani merupakan organisasi wanita terbesar di Indonesia.

Ketika pada tahun 1955 diselenggarakan Festival Pemuda Sedunia di Praha Chekoslovakia, Soedjinah mengikutinya sebagai wakil dari Pemuda Rakyat. Seusai Festival, Soedjinah mendapat tugas dari Gerwani untuk bekerja di Sekretariat Gabungan Wanita Demokratis Sedunia yang berkedudukan di Berlin Timur selama dua setengah tahun. Di sinilah puteri Abdi Dalem Keraton Kasunanan Sala ini medapat banyak pengalaman dalam pergaulan dengan wakil-wakil gerakan wanita berbagai negara, baik dari AS, negara-negara Eropa Barat, Timur, Australia, Afrika maupun sesama negara-negara di Asia. Ketika itu wanita Asia yang mengikuti kegiatan kewanitaan di forum internasional baru dari India, China dan Indonesia. Selama aktif bekerja di Berlin Timur itu, Soedjinah mendapat kesempatan pula untuk memperdalam pengetahuan dalam bahasa Inggris dan Jerman yang dilakukannya seusai tugas kantor.

Dari Gerakan Wanita Demokratis Sedunia itu pula Soedjinah kemudian mendapat tugas “melanglang buana” dengan mengikuti kongres-kongres di Eropa seperti di Prancis, Denmark, Italia, Austria, Finlandia, Yugoslavia, Swedia dan juga Uni Soviet dan China. Tahun 1957 Soedjinah baru kembali ke Indonesia dan banyak membuat karya-karya jurnalistik berupa laporan perjalanan yang pernah dilakukannya di berbagai suratkabar, di samping menjadi penerjemah untuk bahasa Inggris, Belanda dan Jerman bagi tamu-tamu asing yang mengunjungi sekretariat Gerwani. Di samping karya-karya jurnalistik, untuk menambah pendapatan guna menopang biaya hidup (karena dana dari organisasi tidak mungkin mencukupi), Soedjinah juga membuat karya-karya sastra dengan menulis cerita pendek, esai atau puisi dan dimuat di berbagai media.

Tahun 1963 Soedjinah aktif sebagai penerjemah untuk perwakilan kantor berita asing di Indonesia, antara lain Pravda (Uni Soviet) di samping dia sendiri aktif menulis pemberitaan di suratkabar dalam negeri. Karena itu Soedjinah sering juga keluar masuk Istana Merdeka dan bertemu tokoh-tokoh nasional. Ketika diselenggarakan Kongres Buruh Wanita Internasional di Rumania, Soedjinah ditunjuk oleh pimpinan Sobsi sebagai penerjemah untuk delegasi Gerwani Indonesia. Selanjutnya mendapat undangan untuk mengunjungi China.

Haappp ... Lalu Ditangkap
Aktivitasnya di DPP Gerwani di Bagian Penerangan dan Penerjemahan, membuat dia harus sering tidur di kantor. Sampai kemudian, terjadilah Peristiwa Gestapu dan dirinya bersama kawan-kawan lainnya ditangkap dalam suatu penggerebegan yang dilakukan oleh suatu aparat keamanan. Padahal, semua personil Gerwani sedang sibuk menyiapkan suatu acara, sehingga mereka kaget ketika di siang hari tanggal 1 Oktober 1965 mendengar warta berita tentang telah terjadinya peristiwa pembunuhan sejumlah jenderal di Lubang Buaya dan juga tentang telah dibentuknya Dewan Revolusi untuk menggagalkan rencana kudeta Dewan Jenderal. Mereka benar-benar tak tahu menahu tentang hal itu. Konsentrasi mereka masih pada rencana penyelenggaraan Kongres Gerwani. Terdorong keingintahuannya, Soedjinah pada hari itu pergi ke kantor CC PKI dan ternyata kantor itu sudah dirusak massa. Soedjinah tak mau kembali ke kantor DPP Gerwani, tetapi juga tak pulang ke rumah tempat tinggalnya. Dia pilih berkeliling menyelinap dari tempat ke tempat untuk mencari informasi lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya telah terjadi.

Dan informasi memang terus mengalir. Penangkapan- penangkapan telah terjadi atas diri para tokoh Gerwani. Rumah yang ditempati Soedjinah dan dalam keadaan sudah dikosongkan, juga kantor DPP Gerwani itu sendiri, ternyata sudah dijarah. Dia menginap dari satu tempat ke lain tempat secara sembunyi-sembunyi di rumah kenalan atau saudara. Tak pernah ada tempat yang diinapinya sampai tiga malam berturut-turut. Pernah juga dia tinggal di rumah mantan Kolonel Suwondo dari Divisi Brawijaya yang dikenalnya sebagai pendukung Bung Karno.

Di tengah situasi politik yang memanas, Soedjinah bersama sejumlah kawannya yang sehaluan dalam mendukung Bung Karno sempat membuat buletin bernama PKPS (Pendukung Komando Presiden Soekarno). Ketika itu Soeharto sudah mencium adanya kegiatan tersebut dan siapa yang terbukti sebagai pendukung Soekarno ditangkap. Selama dua tahunan, Soedjinah terus “bergerilya” sambil menyebarkan buletin ini ke tengah masyarakat. Termasuk ke kedutaan-kedutaan negara asing. Sampai akhirnya dia tertangkap pada 17 Februari 1967 di rumah seorang kawan (yang juga ikut ditangkap) di daerah Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Soedjinah dibawa ke suatu tempat – mungkin sebuah sekolah tionghoa di daerah Pintu Besi yang dijadikan semacam posko di Gunung Sahari Jakarta Pusat - oleh petugas keamanan yang menangkapnya dan mulailah dia menyaksikan bahkan mengalami sendiri berbagai bentuk penyiksaan yang amat kejam bahkan banyak tahanan yang sampai mati dalam penyiksaan. Dia sendiri (seperti kawan-kawan lainnya yang sama-sama tertangkap, antara lain Soelami, Soeharti dan Sri Ambar) ditelanjangi dan dipukuli dengan rotan oleh delapan orang tentara berbaju loreng. Seorang di antaranya, Letkol Acep, pimpinan di posko tersebut, konon pernah dididik oleh CIA. Ketika kelihatan Soedjinah hampir mati - dan dia memang pura-pura mati - barulah seorang tentara melerai agar penyiksaan dihentikan sehingga tahanan dapat dibawa ke pengadilan. Padahal di bagian belakang halaman gedung tempat penyiksaan itu sudah digali lubang-lubang untuk mengubur mayat mereka yang mati disiksa.

Soedjinah bersama tiga kawannya yang tidak sampai mati dalam penyiksaan itu akhirnya dibawa ke tempat lain secara berpindah-pindah hingga lima kali (yang masih diingat, Kodam Jayakarta, kantor CPM Guntur), untuk kemudian ditahan di Penjara Wanita Bukitduri guna diajukan ke pengadilan karena terbukti menerbitkan PKPS. Karena dianggap sebagai orang berbahaya, maka Soedjinah dimasukkan ke sel khusus untuk diisolasi. Di Bukitduri inilah Soedjinah bertemu dengan banyak kawan-kawan sesama Gewani, baik tingkat pimpinan, aktivis hingga anggota biasa dan simpatisan.

Di tempat ini pula dia bertemu dengan anak-anak perempuan muda yang ditangkap di Lubang Buaya. Mereka berusia sekitar 14 tahunan sehingga dapat dipastikan bukanlah anggota Gerwani, karena batas minimal usia agar bisa menjadi anggota Gerwani adalah 18 tahun. Dari merekalah Soedjinah mendapat kepastian bahwa tidak ada adegan mencungkil mata apalagi memotong alat kelamin para jenderal. Mereka di sana karena ikut latihan sukarelawan Dwikora dari Pemuda Rakyat dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia. Merekalah yang ketika ditangkap malah diperkosa oleh aparat yang menangkapnya dan dipaksa untuk mengaku sebagai anggota Gerwani. Di antara mereka yang menghadapi pemaksaan dan penyiksaan itu – ada yang bernama Emi - adalah pelacur muda yang masih buta huruf, dan baru saja bebas dari Penjara Bukitduri sebulan sebelumnya akibat kasus kriminal.

Di sel isolasi khususnya, Soedjinah tidak dapat berkomunikasi dengan siapa pun karena tertutup rapat dan hanya ada lubang kecil untuk bernafas. Sehari hanya diberi kesempatan keluar untuk “angin-angin” selama satu jam dengan penjagaan ketat. Makanan hanya diberikan sekali sehari sekitar dua sendok nasi saja atau jagung rebus sekitar 40-60 butir. Bila ada kesempatan keluar sebentar, dia makan daun apa saja yang ada di dekatnya untuk menutup rasa laparnya Dia diisolasi penuh di tempat ini selama 8 tahun, untuk selanjutnya dipisah di sel isolasi untuk tahanan kriminal. Di sel ini Soedjinah dapat mencuri-curi kesempatan agar bisa berdialog dengan tahanan kriminal dan mendapatkan banyak informasi dari mereka tentang kenapa mereka ditahan dan bagaimana pula perlakuan aparat penguasa terhadap tahanan politik maupun tahanan kriminal selama di dalam selnya.

Sementara itu pemeriksaan atas dirinya masih berjalan terus. Di antara mereka yang melakukan pemeriksaan itu adalah bekas teman sekolah Soedjinah. Ketika kemudian diajukan ke depan pengadilan di Pengadilan Jakarta Pusat pada tahun 1975 (hanya empat orang anggota Gerwani yang ketika itu diajukan ke depan pengadilan, yakni Soedjinah, Soelami, Soeharti dan Sri Ambar karena terbukti menyebarkan buletin PKPS dan nyata-nyata menentang rezim Soeharto-Nasution) , seorang hakim yang mengadilinya adalah teman kuliahnya ketika di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Hakim itu – keponakan SK Trimurti – masih mengenal baik siapa Soedjinah - ketika itu menjadi terdakwa II - yang kemudian divonisnya dengan hukuman 18 tahun. Vonis ini tidak berubah ketika Soedjinah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Sesama aktivis Gerwani lainnya yang juga mendekam di Penjara Bukitduri, seperti Tanti Aidit, Ny. Mudigdo dan Umi Sardjono - semua pimpinan Gerwani - yang bertemu dengan Soedjinah tidak ada yang diadili karena tidak ada bukti apa-apa yang dapat diajukan ke depan pengadilan kecuali sebagai aktivis Gerwani itu saja.

Sekitar tahun 1980, dari Penjara Wanita Bukitduri Soedjinah dipindahkan ke Penjara Tangerang. Di tempat inilah dia mendapatkan kesempatan untuk menuliskan semua yang dialaminya selama di Penjara Bukitduri, termasuk pengakuan sesama tahanan – para gadis remaja yang tertangkap di Lubang Buaya dan dipaksa mengaku sebagai anggota Gerwani itu – di kertas-kertas yang dicurinya. Ketika itu, karena mempunyai kemampuan melukis, Soedjinah diberi tugas membuat disain untuk kain bordir yang akan dikerjakan sesama tahanan wanita. Sebagai “disainer” tentu saja dia membutuhkan kertas dan pensil. Dan inilah memang yang sesungguhnya dia cari. Sebagian kecil dari kertas yang disediakan petugas penjara itu dia curi, disembunyikan, yang kemudian dipakai untuk menuliskan catatan-catatan tentang pengalaman sesama tahanan, juga puisi bahkan cerita pendek. Catatan yang ditulis di toilet di dalam selnya ini kemudian diselundupkan lewat seorang wartawan dari Harian Sinar Harapan (kini Suara Pembaruan) yang menyaru sebagai arsitek dan tukang bangunan sehingga bisa sering datang mendekatinya. Tulisan yang dikumpulkan oleh si wartawan itulah yang di kemudian hari diserahkan kembali kepada Soedjinah sesudah dia bebas dan diterbitkan oleh Lontar sebagai buku.

Di penjara Tangerang, Soedjinah memang sedikit mendapatkan kebebasan, tidak dikurung dalam sel lagi. Namun tetap dengan baju biru karena statusnya masih tetap “disamakan” dengan tahanan kriminal.Dia banyak memberikan bimbingan dan pelajaran bahasa Inggris kepada para tahanan kriminal sehingga mereka memanggilnya “mamie” kepada Soedjinah. Tahun 1983 dia baru dibebaskan sehingga dia total menjalani hidup di belakang terali besi selama 16 tahun dari 18 tahun yang harus dijalaninya. Di luar penjara, tidak berarti dia benar-benar bebas merdeka. Di samping masih dikenai wajib lapor diri di Kodim Jakarta Selatan sampai 1997, KTPnya juga diberi stigma “ET” sampai 14 tahun kemudian dan tanda itu baru hilang setelah Soeharto lengser.

Ketika dibebaskan, Soedjinah tinggal di rumah saudaranya – Widodo yang juga pernah mendekam di Pulau Buru – yang berada di Gandul. Menyadari dirinya tak mungkin bisa bekerja di instansi pemerintah berhubung stigmatisasi pada KTPnya itu, maka untuk menghadapi hari-hari depannya Soedjinah hanya bisa mengandalkan kegiatan memberikan les bahasa asing untuk menghidupi dirinya. Dia mengambil sertifikat untuk penerjemah bahasa Belanda di Erasmushuis selanjutnya dia mengambil sertifikat sebagai guru bahasa Inggris di LIA. Dengan modal inilah Soedjinah menapaki hari-hari kebebasannya dalam usia tua sebagai penerjemah dan guru bahasa Inggris di sejumlah LSM, antara lain Kalyana Mitra dan Solidaritas Perempuan serta Yasalira yang dikelola oleh Kartini Syahrir.

Beberapa karya terjemahan telah dihasilkan pula, antara lain dari tulisan Carmel Budiardjo dan sejumlah penulis dari Australia. Kini, Soedjinah yang pernah mendapatkan Award dari Hawaii University dan Hamlet Award karena ketekunannya untuk terus menulis meskipun berada di dalam penjara, tinggal seorang diri di sebuah rumah sewa ukuran kecil yang harus dibayarnya setiap bulan Rp 125.000,- Di rumah itu pula dia memberikan les bahasa Inggris untuk beberapa orang sambil terus menulis buku. Agar bisa lebih konsentrasi dalam menekuni pekerjaannya, dia tak mau repot-repot memasak dan mencuci pakaian sendiri. Semua diserahkan kepada tetangganya dan dia tinggal memberikan uang lelah kepada tetangganya itu.

Kini dia sedang menunggu bukunya “Terhempas Gelombang Pasang” yang berisi memori pribadinya selama dalam penahanan yang diterbitkan oleh ISAI dan “Mereka yang Tersisih” (kumpulan 18 cerpen) yang diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Yayasan Lontar. Dengan pengeluaran bulanan sekitar Rp 500.000,- Soedjinah yang beragama Islam dan kini berusia 72 tahun ini masih bisa menyisakan sedikit uang untuk membantu saudara-saudaranya di Sala yang mengalami kesulitan mengarungi sisa hidupnya karena identitas mantan tapol dan stigmatisasi pada KTPnya. Karena sikapnya yang suka menjalin keakraban dengan tetangga, sejak bebas hingga kini Soedjinah tak pernah mengalami kesulitan dalam mensosialisasikan diri di lingkungan masyarakatnya. Demikian juga bila dia sekali waktu pulang ke Sala, kota kelahirannya. Para tetangga menyambutnya dengan baik , lebih-lebih karena orangtuanya dulu dikenal sebagai seorang guru mengaji.

* * *

Rabu, 05 September 2007

Cerita Sekali lagi : belajar dari Stiglitz

Sekali lagi : belajar dari Stiglitz

Catatan A. Umar Said

Tulisan tentang kritik tajam Joseph E. Stiglitz, pakar ekonomi Amerika yang terkenal sekali di dunia, terhadap berbagai politik pemerintah Indonesia mengenai modal asing, rupanya mendapat perhatian dari banyak kalangan di Indonesia. Agaknya, perhatian yang besar sekali terhadap kritik Stiglitz ini disebabkan karena masalah penanaman modal asing ini sedang menjadi persoalan hangat yang besar sekali di berbagai kalangan, terutama di kalangan organisasi massa dan para intelektual. Juga, karena kritik tajam ini diucapkan oleh seorang tokoh penting Amerika yang mempunyai bobot yang besar sekali.

Joseph E. Stiglitz adalah professor dalam ekonomi, yang pernah menjabat sebagai penasehat ekonomi terkenal Presiden Bill Clinton, dan dipilih sebagai Wakil Direktur Bank Dunia, serta menduduki jabatan-jabatan penting di berbagai badan ilmiah dan organisasi Amerika dan internasional, yang berkaitan dengan masalah-masalah ekonomi dan permbangunan. Ia telah menulis banyak buku yang berkaitan dengan masalah-masalah ekonomi di dunia, dan telah memperoleh Hadiah Nobel karena keahliannya.

Mengenai Indonesia Stiglitz sudah sering mengemukakan pendapatnya dalam berbagai ceramah atau tulisannya, baik selama kunjungannya di Indonesia di masa-masa yang lalu, maupun dalam berbagai kesempatan di banyak negeri. Tetapi, pernyataannya yang terakhir di Jakarta baru-baru ini, adalah sangat menarik, karena ia telah mengangkat masalah politik pemerintah Indonesia di bidang penanaman modal asing dengan bahasa yang cukup kritis.

Untuk dapat bersama-sama menelaah kembali - dengan lebih teliti lagi - kritiknya yang tajam tentang politik pemerintah Indonesia di bidang penanaman modal asing, maka kita sajikan sekali lagi interviewnya dengan Tempo (16 Agustus 2007). Mengingat arti penting interwiew-nya ini bagi kita maka patutlah kiranya kita dalami, sekali lagi, pokok-pokok fikirannya, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
“Pemerintah diminta menegosiasi ulang kontrak-kontrak pertambangan yang terindikasi merugikan kepentingan rakyat. Jika pemerintah Indonesia berani melakukan ini maka akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar dibandingkan yang diperoleh para investor asing.
"Mereka (para perusahaan tambang asing) tahu kok bahwa mereka sedang merampok kekayaan alam negara-negara berkembang," kata Stiglitz
”Negosiasi ulang kontrak karya ini juga sangat mungkin dilakukan dengan Freeport McMoran, yang memiliki anak perusahaan PT Freeport Indonesia. Freeport merupakan salah perusahaan tambang terbesar di dunia yang melakukan kegiatan eksplotasi di Papua.
”Stiglitz mencontohkan ketegasan sikap Rusia terhadap Shell. Rusia mencabut izin kelayakan lingkungan hidup yang dikantongi Shell. Ini karena perusahaan minyak itu didapati melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dengan melakukan pencemaran lingkungan. "Kalau melanggar undang-undang, ya izinnya harus dicabut dong," kata dia.
”Seperti ramai diberitakan beberapa waktu lalu, Freeport Indonesia melakukan pencemaran lingkungan selama mengebor emas dan tembaga di Papua. Namun, kasus ini tidak pernah sampai ke pengadilan. Pemerintah hanya meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu memperbaiki fasilitas pengolahan limbahnya (kutipan dari Tempo Interaktif selesai).
Mereka sedang merampok kekayaan alam kita
Sebagai seorang ahli di bidang ekonomi, yang pernah menjabat Wakil Direktur Bank Dunia, dan anggota terkemuka dewan ekonomi presiden Clinton maka menarik dan penting sekali ketika ia mengatakan “Pemerintah Indonesia diminta menegosiasi ulang kontrak-kontrak pertambangan yang terindikasi merugikan kepentingan rakyat. Jika pemerintah berani melakukan ini maka akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar dibandingkan yang diperoleh para investor asing. Perusahaan tambang asing tahu kok bahwa mereka sedang merampok kekayaan alam negara-negara berkembang”.
Anjuran Stiglitz supaya pemerintah Indonesia menegosiasi ulang kontrak-kontrak pertambangan yang terindikasi merugikan kepentingan rakyat merupakan pembenaran atau penggarisbawahan tuntutan banyak kalangan di Indonesia, termasuk organisasi seperti : ABM (Aliansi Buruh Menggugat) , Koalisi Anti Utang, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Debt Watch, FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), INFID (International NGO's Forum for Indonesian Development) , JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), KPKB (Kelompok Perempuan untuk Keadilan Buruh), KoAge (Koalisi Anti Globalisasi Ekonomi), KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), LBH Apik , PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia), Perkumpulan Bumi, Sekretariat Bina Desa, SP (Solidaritas Perempuan) SEKAR, Aliansi Perempuan untuk Keterwakilan Politik, AKATIGA, STN (Serikat Tani Nasional), SPOI (Serikat Pekerja Otomotif Indonesia), Lapera Indonesia, The Institute for Global Justice, FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), Serikat Mahasiswa Indonesia,), LS-ADI (Lembaga Studi dan Aksi Untuk Demokrasi), LBH-Jakarta, PRD, Papernas, Perhimpunan Rakyat Pekerja, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Federasi Serikat Buruh Jabotabek, (dan banyak organisasi lainnya).
Stiglitz menegaskan bahwa kalau pemerintah Indonesia berani melakukan negosiasi ulang tentang perjanjian-perjanji an atau kontrak-kontrak maka akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar dibandingkan yang diperoleh para investor asing. Pernyataan Stiglitz ini sangat penting, sebab sejak puluhan tahun, para investor asing di Indonesia telah mengeruk keuntungan yang besar, sedangkan hasil yang diperoleh pemerintah Indonesia adalah kecil sekali. Yang lebih-lebih menyedihkan lagi ialah kenyataan bahwa sebagian (yang tidak kecil!) dari hasil kontrak-kontrak ini tidak masuk ke kas negara, melainkan dikorupsi oleh pejabat-pejabat di berbagai tingkat, baik di Pusat maupun di daerah.
Stiglitz dianggap “pengkhianat” kepentingan World Bank dan IMF
Pernyataan Stiglitz mengenai pentingnya negosiasi ulang kontrak-kotrak dengan para investor asing ini juga tercermin dalam kalimatnya yang mengatakan bahwa perusahaan tambang asing itu pada umumnya tahu bahwa mereka sedang merampok kekayaan alam negara-negara berkembang Bahasa yang digunakan Stiglitz, sebagai ahli ekonomi yang terpandang di dunia, yang mengatakan bahwa investor-investor asing itu “merampok kekayaan alam negara-negara berkembang” adalah ucapan yang terlalu terus-terang dan tidak tanggung-tanggung, dan langsung menusuk jantung hati para investor skala dunia itu.
Itulah sebabnya maka sebagai seorang yang pernah menjabat wakil Direktur Bank Dunia ia dijuluki oleh sebagian kalangan sebagai “pengkhianat”. Sikapnya yang kritis sekali terhadap politik dan praktek-praktek yang dilakukan IMF, dan yang menentang akibat-akibat negatif globalisasi, membikin dirinya terkenal sebagai seorang yang membela kepentingan negara-negara miskin dan dunia ketiga umumnya. Ia juga termasuk seorang di antara tokoh-tokoh yang melawan pencemaran lingkungan hidup.
Masalah Freeport : akibat politik yang salah Orde Baru
Juga, sebagai orang yang pernah menduduki jabatan yang begitu tinggi dan penting dalam pemerintahan Amerika pernyatannya mengenai perlunya ada negosiasi ulang dengan PT Freeport Indonesia adalah satu hal sangat menarik. Sebab, hal ini bertentangan sama sekali dengan sikap pembesar-pembesar Amerika lainnya (termasuk Henry Kissinger) yang selalu berusaha membela kepentingan PT Freeport.
Sikap Stiglitz yang demikian penting ini kiranya perlu mendapat sambutan dari banyak kalangan, baik dari kalangan pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat, para intelektual dan organisasi masyarakat. Karena, kasus PT Freeport adalah salah satu di antara kasus-kasus yang paling parah yang dihadapi negara Indonesia, sebagai akibat politik yang salah selama puluhan tahun dari rejim militer Orde Baru sejak tahun 1967.
Tetapi, masalah investasi asing yang dihadapi negara Indonesia bukanlah hanya PT Freeport Indonesia, melainkan juga sebagian terbesar investasi asing lainnya. Ini juga berlaku bagi Exxon, Newmont, Rio Tinto dan banyak lagi lainnya. Sebab, jumlah investasi asing di bidang pertambangan di Indonesia adalah besar sekali. Kira-kira 70 % dari pertambangan di Indonesia didominasi oleh modal asing. Dan sebagian besar dari investasi asing ini sudah menimbulkan bermacam-macam akibat yang negatif terhadap masyarakat setempat di sekelilingnya, baik di bidang sosial maupun ekonomi, dan akibat buruk yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Bukan hanya Freeport saja!
Ini terjadi dengan kasus investasi Exxon Mobil di Aceh (NAD), Laverton Gold di Sumatera Selatan, Chevron, Rio Tinto dan KPC di Kalimntan Timur, Arutmin di Kalimantan Selatan, Aurora Gold di Kalimantan Tengah , PT Inco di Sulawesi Selatan, Expan Tomori di Sulawesi Tengah, Antam Pomalaan di Sulawesi Tenggara, Newmont di Sulawesi Utara dan Sumbawa, PT Arumbai di Nusa Tenggara Timur, Newcrest, PT Anggal dan PT Elka Asta Media di Maluku, Beyond Petroleum (BP) Tangguh di Papua.
Dalam menganjurkan kepada pemerintah Indonesia untuk menegosiasi ulang kontrak-kontrak karya dengan para investor asing yang menguasai pertambagan minyak dan gas, Stiglitz mengambil contoh keberhasilan Bolivia. “”Negara miskin Amerika Latin itu sekarang memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar. "Jika sebelumnya hanya memperoleh keuntungan 18 persen, sekarang sebaliknya mereka yang mendapat 82 persen," ujarnya. Dan para investor asing itu, kata dia, tetap disana.
Yang juga sangat menarik dari interview Stiglitz ialah anjurannya supaya akibat praktek-praktek buruk para investor asing di Indonesia dibeberkan dalam media massa. “Masyarakat pasti akan sangat marah ketika mengetahuinya, sehingga kontrak-kontrak itu akan dinegosiasi ulang”, katanya. Rupanya, Stiglitz cukup mengenal garis-garis besar situasi di Indonesia, sehingga ia menganjurkan adanya pembeberan di media massa segala oraktek-praktek buruk perusahaan besar asing serta akibatnya yang merugikan.
Anjuran Stiglitz semacam itu adalah penting sekali kalau kita ingat kepada sikap para pejabat negara sejak pemerintahan Orde Baru yang membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya investasi asing secara besar-besaran di berbagai bidang. Investor diberi segala macam pelayanan dan kemudahan-kemudahan , walaupun ternyata banyak menimbulkan masalah bagi rakyat dan merugikan kepentingan negara.
Gerakan extra-parlementer : tugas patriotik
Oleh karena DPR atau DPRD (atau DPD) tidak bisa diharapkan banyak untuk mengontrol berbagai politik pemerintahan mengenai investasi-investasi asing, maka peran berbagai organisasi non-pemerintah (ornop) dan media massa menjadi sangat penting sekali. Sebab, korupsi dan kolusi melalui dalam bentuk “suapan” yang macam-macam tidak hanya telah dilakukan oleh pejabat-pejabat penting negara, melainkan juga oleh anggota-anggota DPR atau DPRD.
Jadi, segala macam aksi-aksi extra-parlementer yang dilakukan oleh berbagai kekuatan dalam masyarakat untuk melawan segala politik buruk pemerintah di bidang penanaman modal asing adalah tugas atau kewajiban yang patriotik, yang perlu mendapat dukungan seluas mungkin dari segala fihak. Gerakan atau aksi-aksi extra-parlementer yang dilakukan berbagai tokoh masyarakat, ornop, dan ormas mahasiswa dan pemuda, adalah sangat mutlak perlunya untuk menghadapi dominasi modal asing di Indonesia beserta kakitangan mereka
Kiranya, kita semua patut selalu ingat bahwa dari 230 juta penduduk Indonesia sekitar separonya (atau sekitar 115 juta) hidup dengan kurang 2$US seharinya, dan bahwa ada pengangguran lebih dari 40 juta orang, dan juga lebih dari 40 juta orang hidup dalam kemiskinan, ditambah lagi dengan 13 juta anak-anak yang kurang makan.
Dengan banyaknya masalah-masalah parah yang sedang dihadapi bangsa dan negara kita dewasa ini, maka makin nyatalah bahwa dengan sistem pemerintahan dan konstelasi politik seperti yang sekarang ini tidak mungkin diadakan perubahan-perubahan radikal yang bisa membawa perbaikan hidup bagi sebagian besar rakyat. Apalagi, berbagai masalah besar dan parah seperti tersebut di atas dibikin lebih parah lagi dengan korupsi yang sudah merajalela dan pembusukan akhlak di berbagai kalangan masyarakat.
Sejumlah negeri-negeri di Amerika Latin (umpamanya Venezuela, Bolivia, Argentina dan juga Kuba) sedang menunjukkan kepada dunia bahwa jalan lain untuk mendatangkan perubahan besar dan perbaikan hidup rakyat banyak adalah mungkin, dan bukannya jalan yang ditunjukkan oleh Washington.
Pengalaman di berbagai negeri Amerika Latin ini patutlah sekali diperhatikan oleh semua golongan dan kalangan di Indonesia yang menginginkan adanya perubahan-perubahan besar serta perbaikan sejati di negeri kita.

Paris 30 Agustus 2007