anak bangsa berbagi cerita

Blog ini adalah blog bagi kita yang ingin berbagi cerita....khusus blog ini tidak menerima cerita yang bernuansa pornografi...ini blog yg khusus menceritakan kehidupan kita sehari-hari...

Selasa, 26 Februari 2008

Cerita Kita Tentang Pembacaan Situasi Nasional

Pembacaan Sitnas Tgl 26 Januari 2008
Walaupun tidak sama, situasi sosial-ekonomi-politik tahun ini hampir mirip ditahun 1997, dimana saat itu negeri ini diterjang badai krisis multidimensi. Waktu itu, negeri ini tidak hanya dilanda krisis moneter dan finansial perbankan, tapi juga disusul dengan ambruknya sektor riil, PHK massal, kenaikan harga-harga barang dan juga musibah kelaparan yang merajalela di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun akhir-akhir ini, indikasi menuju krisis seperti tahun 1997 mulai terlihat, kenaikan harga berbagai jenis pangan yang tak mampu direm oleh pemerintah, ini juga termasuk kenaikan harga tempe dan tahu yang merupakan komoditas utama yang menjadi makanan pokok mayoritas rakyat negeri yang berada dibawah garis kemiskinan. Harga bahan bangunan dan harga consumer goods (kebutuhan pokok) pelan-pelan mulai merangkak naik. Tetapi melihat munculnya semua problem kerakyataan yang mulai berkembang hari ini bukanlah sesuatu hal yang berjalan secara alamia, tetapi ini merupakan perkembangan arus modal global yang juga bergerak secara cepat serta lemahnya posisi sumber-sumber produksi masyarakat hari ini, baik di ruang pertanian, industrialisasi serta sektor finasial. Maka dari itu marilah kita bersama-sama baca perkembangan situasi tersebut agar kita tidak kemudian terjebak dengan narasi besar paradigma kapitalistik serta paradigma opurtunistik elit yang hari ini sedang berkuasa.
Maka dari itu mari kita Mulai...!!!

Pembacaan Situasi Global-Lokal-Nasional
Disituasi global saat ini bahwa perkembangan ekonomi dibeberapa negara didunia merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan, hal ini mengingat bahwa kekuatan ekonomi negeri ini belumlah sebanding dengan kekuatan ekonomi negara-negara didunia. Di sektor finansial, kekuatan cadangan devisa kita yang jumlahnya sekitar USD55 miliar bila dibandingkan dengan negara-negara seperti China (USD1.500 miliar), India (USD275 miliar), Korea Selatan (USD265 miliar), Malaysia (USD101 miliar), dan Thailand (USD85 miliar)[1] belumlah cukup dalam mengatasi krisis pasar saham global saat ini.
Melihat besarnya angka-angka cadangan devisa dibeberapa negara di Asia bukan mustahil bahwa kesiapan beberapa negara menghadapi krisis di sektor finasial yang akan melanda dunia telah dipersiapkan sejak lama, tetapi yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan kesiapan negeri ini. Hal ini mengingat bahwa beberapa hari ini dengan semakin terpuruknya keadaan ekonomi finasial AS yang akan berimbas kepada pasar saham dinegara-negara Asia, Amerika dan Eropa sekali lagi mengingatkan kita terhadap indikasi awal krisis finansial tahun 1997 dengan melemahnya pasar saham internasional yang kemudian disusul dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan lemahnya cadangan devisa negeri ini yang kemudian berujung pada krisis multidimensi.
Hal ini belum lagi diperparahnya dengan semakin menguatnya isu krisis pangan di dunia internasional. Dari pejabat puncak di organisasi pangan dan pertanian PBB yang berkedudukan di Roma sudah bicara keras soal krisis pangan yang akan melanda dunia dan yang terutama akan menderita adalah negara-negara miskin. Indonesia bukanlah termasuk low income food deficit countries (LIFDCs/ negara-negara defisit makanan pendapatan rendah), namun oleh FAO (Organisasi Pangan Dunia), kita dimasukkan dalam daftar negara-negara krisis pangan yang perlu bantuan luar. Seluruhnya ada 37 negara, dengan jumlah terbesar di Afrika (20 negara), disusul Asia (9), Amerika Latin (6) dan Eropa Timur (2) dan akan di kwatirkan bahwa krisis pangan di beberapa negara telah dan akan memicu krisis sosial diberbagai level masyarakat[2].
Melihat hal ini, Indonesia jelas bukan negara yang tak berdaya dalam menghadapi kerawanan pangan. Negeri ini punya kemampuan dalam memproduksi makanan pokok rakyatnya. Namun krisis pangan memang lebih disebabkan gabungan berbagai faktor, dan yang paling dirisaukan pada Indonesia adalah bencana alam-gempa bumi, musibah banjir, kekeringan dan yang lainnya-yang bergantian menguncang daerah-daerah. Karena itu dalam daftar Countries in Crisis Requiring External Assistance (krisis negara yang menuntut bantuan dari luar), Indonesia dikategorikan dalam negara dengan risiko severe localized food insecurity. Cuma, seperti yang telah jadi cerita klasik, parahnya kelaparan yang kerap menimpa daerah-daerah tersebut, adalah karena kelangkaan akses, buruknya prasarana untuk transportasi dan distribusi atau lambatnya tindakan menanggulangi bencana alam oleh pemerintah[3]. Namun kini krisis pangan telah menjadi isu dunia, yang akhirnya dampaknya juga dirasakan masyarakat di negara-negara maju. Kegawatannya sudah terasa mulai 2007 dan semakin menjadi-jadi pada tahun 2008 dan tahun-tahun berikutnya. Global food crisis (krisis pangan dunia) ini, seperti sudah sering dikemukakan, biang keladinya adalah lonjakan tajam harga minyak bumi. Harga minyak yang menggila, mendekati angka US$100 per barrel, mendorong kenaikan harga sarana produksi dan ongkos angkut. Hal ini ditambah dengan produksi minyak bumi dan gas tak bisa mengikuti kenaikan permintaan, dan akhirnya harga energi juga naik tajam. Tragisnya, negara-negara maju memutuskan untuk mengalihkan pemakaian energi berbahan bakar fosil ke bio-fuel. Minyak sawit dipakai untuk bio diesel. Jagung, tebu dan singkong digunakan untuk bio ethanol. Akibatnya pemenuhan kebutuhan energi harus berkompetisi dengan pemenuhan kebutuhan perut. Harga pangan menjadi sangat terkait dengan harga energi[4]. Yang kemudian harga kedelai dan komoditi pangan lainnya menjadi ikut-ikutan naik. Meningkatnya pemakaian CPO untuk bio diesel mengakibatkan permintaan minyak kedelai menjadi meningkat. Membaiknya harga jagung mengakibatkan lahan yang ditanami kedelai dan pangan lainnya menjadi lebih sedikit. Akibatnya terjadilah ekses permintaan yang membuat harga melambung. Kelak membaiknya harga kedelai, jagung dan tebu akan mengakibatkan tanaman padi semakin tersingkir. Dan akhirnya pasokan beras di pasar dunia akan semakin susah didapatkan, dalam hal ini mengingat bahwa beberapa negara pengekspor beras juga membaca dan mecoba mengantisipasi krisis pangan ini dengan menstop ekspor beras kepasaran dunia. Situasi ini sangat terlihat pada peningkatan permintaan beras dunia, yang juga disebabkan oleh musibah banjir yang menyebabkan gagal panen di China dan Vietnam.
Hal ini kemudian mendorong China mengimpor beras dari Jepang, sedangkan Vietnam tahun ini menutup keran ekspornya sampai batas waktu yang belum ditentukan. Kementerian Pertanian Vietnam pada September tahun 2007 memutuskan larangan ekspor beras tersebut untuk mengamankan kebutuhan pangan dalam negeri. Apalagi target ekspor Vietnam pada 2007 sebesar empat juta ton terlampaui[5].
Melihat semakin cepatnya perkembangan situasi global saat ini, kita kembali melirik kedalam situasi nasional saat ini. Yang pasti bahwa perkembangan situasi global membawa dampak besar kedalam situasi nasional saat ini. Indikasi terjadinya krisis seperti tahun 1997 kemudian menjadi sangat terlihat dengan lemahnya akses masyarakat dengan sumber-sumber kebutuhan pokoknya.
Dimulai dengan kenaikan harga BBM yang dimulai pada pertengahan oktober 2005 lalu ternyata terus beranjak naik menyusul besarnya permintaan industri serta imbas dari kenaikan harga minyak dunia. Di level masyarakat bawah, minyak tanah menjadi barang langka, hal ini merupakan kebijakan pemerintah yang memang dipaksakan untuk mengonversi minyak tanah ke gas yang akhirnya menimbulkan antrean panjang disemua pangkalan minyak tanah diberbagai daerah di Indonesia dan ini akhirnya menjadi sangat ironi untuk sebuah negara anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak). Lemahnya akses masyarakat terhadap minyak tanah dan lemahnya pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia merupakan imbas dari dikuasainya 14 kilang/sumber minyak Indonesia oleh perusahaan minyak asing negara-negara maju. Disisi lain bahwa kenaikan harga kedelai sampai hari ini belumlah direspons pemerintah dengan mantap dan meyakinkan untuk meredam gejolak kenaikan harga dan krisis pangan yang semakin melanda negeri ini. Lonjakan harga kedelai-sebagai bahan baku tahu dan tempe-baru direspons dengan menolkan bea masuk. Dan ini bukanlah solusi substantive karena bea masuk hanya 10%, sedangkan harga kedelai di pasar global melesat hingga 100%. Penghapusan bea masuk justru memberi pukulan yang berat bagi para petani kedelai lokal yang pangsa pasarnya sudah habis diserbu oleh pasar kedelai impor.
Di bidang ekonomi bahwa sampai hari ini pemerintah tetap mengikuti sekian banyak resep dari kelompok Mafia Berkeley yang telah mengabdi selama 32 tahun kepada regim otoriter Soeharto. Banyak dari anggota dan muridnya yang menduduki posisi-posisi kunci dalam bidang ekonomi dan menjadi saluran strategi serta kebijakan yang dirumuskan oleh IMF, Bank Dunia dan Departemen Keuangan Amerika Serikat. Mafia Berkeley sekaligus berfungsi sebagai alat untuk memonitor agar kebijakan ekonomi Indonesia sejalan dan searah dengan kebijakan umum ekonomi yang digariskan oleh Washington. Garis kebijakan ini di kemudian hari dikenal dengan “Washington Consensus”, beberapa rumusan kebijakan seperti Pertama, kebijakan pengetatan anggaran yang selain untuk mengendalikan stabilitas makro dan menekan inflasi, sebetulnya juga dimaksudkan agar tersedia surplus anggaran untuk membayar utang. Bahkan penghapusan subsidi untuk rakyat seperti untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, UKM, dipaksakan hanya agar tersedia surplus anggaran untuk membayar utang. Pembayaran utang adalah suatu keharusan, sementara anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dll adalah urusan belakangan. Kedua, liberalisasi keuangan untuk memperlancar transaksi global dan menjamin modal dan dividen setiap saat dapat keluar dari negara berkembang. Ketiga, liberalisasi industri dan liberalisasi perdagangan demi memudahkan negara-negara maju mengekspor barang dan jasa ke negara berkembang. Tetapi negara-negara maju sendiri melakukan perlindungan terhadap sektor industri dan pertaniannya melalui kuota, kebijakan anti-dumping, export restraint, subsidi dan hambatan non-tarif. Keempat, privatisasi atau penjualan aset-aset milik Negara yang dimaksudkan agar peranan negara di dalam ekonomi berkurang sekecil mungkin. Dalam prakteknya program penjualan aset-aset negara tersebut dilakukan dengan harga sangat murah (under-valued) sehingga sering terjadi program privatisasi identik dengan rampokisasi (piratization), seperti diungkapkan Prof. Marshall I. Goldman dari Harvard[6]. Karena strategi dan kebijakan ekonomi Indonesia selalu dirancang oleh Mafia Bekeley maka akan selalu menempatkan Indonesia sebagai subordinasi (sekedar kepanjangan tangan) dari kepentingan global. Padahal tidak ada negara menengah yang berhasil meningkatkan kesejahteraannya dengan mengikuti model Washington Konsensus. Subordinasi kepentingan rakyat dan nasional kepada kepentingan global mengakibatkan Indonesia tidak memiliki kemandirian dalam perumusan Undang-Undang, strategi dan kebijakan ekonomi yang akhirnya Indonesia juga tidak memiliki fleksibilitas untuk merumuskan strategi ekonomi karena terpaku pada model generik Washington Konsensus. Padahal model tersebut dirancang terutama untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi global sehingga negara-negara yang mengikutinya justru akan gagal meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Disituasi sosial-politik bukanlah menjadi cukup baik perkembangannya, ditengah terpuruknya perkembangan bangsa ini kedalam tangan-tangan modal internasional yang selalu dipermudah dengan terbitnya undang-undang yang memfasilitasi masuknya investasi, elit politik hari ini malah sibuk secara bersama-sama mencoba mengambil peran dalam pemilu 2009, seakan-akan bahwa di negara ini tidaklah terjadi apa-apa sehingga proses demokrasi seperti pemilu haruslah menjadi ajang “adu jago” para elit yang siap menjadi antek-antek dari modal internasional. Semua elit politik hari ini sibuk dengan berbagai macam urusan kampanyenya menuju 2009, disisi lain masyarakat dipicu konflik horizontal dengan proses demokrasi yang katanya paling demokratis lewat pemilihan langsung. Proses Pilkadal dibeberapa daerah yang akhirnya membawa konflik horizontal dibeberapa daerah kembali menguat dan ini merupakan bukan hal yang baru bagi kita, mengingat bahwa sepanjang 10 tahun reformasi berjalan sampai hari ini hanya menghasilkan kekuatan politik (partai politik dan tokoh-tokohnya) yang lahir di masa reformasi, apakah itu PAN, PDIP, PKB, PKS, serta sejumlah partai dan tokohnya yang lain, yang akhirnya menjadi pemicu konflik secara horizontal dibeberapa daerah. Wajah politik Indonesia justru terjerembab masuk kedalam dunia libido kekuasaan para elit politik yang memfaatkan masyarakat dan menjebak masyarakat dalam benih-benih perpecahan, yang pada akhirnya masyarakat dibuat lupa atas problem-problem kerakyataan yang sampai hari ini masih dan akan terus berkembang karena perilaku elit-elit politik yang mementingkan kekuasaan belaka.
Sekian banyak pembacaan kita terhadap perkembangan situasi saat ini kemudian yang menjadi pertanyaan besar kita adalah dimana kita mulai untuk membangun gerakan , atau perjuangan rakyat demi menuju kemerdekaan 100%?.
Melihat dari perkembangan situasi hari ini, bahwa penguatan indikasi menuju krisis semakin terlihat dan model krisis di tahun 1997 mungkin akan terulang atau akan semakin parah bila dibandingkan dengan tahun 1997. Hal ini mengingat bahwa kenaikan harga minyak dunia dan didorong kenaikan harga sembako bukan hanya memukul para pengusaha-pengusaha besar melainkan juga sektor industri informal yang memang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Maka situasi yang cukup menguat dalam menuju jurang krisis ini haruslah menjadi respon kita sebagai organisasi gerakan. Oleh karena itu kemunculan organisasi gerakan menjadi penting dalam mengawal perubahan situasi dan perjuangan rakyat baik dari sektoral mahasiswa dan berbagai macam sektoral masyarakat lainnya. Untuk itu, kita harus segera membalikan urutannya, bukan sosialisme dan kapitalisme yang telah menjadi batas pilihan-pilihan gerak sejarah tetapi sejarah lah yang memberi batas untuk kapitalisme dan sosialisme. Dengan begini, kita bisa melihat bahwa (ternyata) dunia sedemikian luas dan manusia sudah begitu kaya. Dan Nasional Demokrasi Kerakyatan (NDK) sebagai antitesa dari ideologi-ideologi besar dunia juga memiliki kesempatan sejarah hari ini sebagai bahan refleksi dan basis teori sikap tindakan rakyat Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan 100% atas pertukaran yang timpang dari Kapitalisme Global serta sisa-sisa bangunan feodalisme yang telah bercokol lama di negeri ini. Menjadi jelas, bahwa sikap sejarah kaum pergerakan hari ini seharusnya setia dan tetap percaya untuk menggunakan pendekatan sejarah teori. Sebab masa depan negeri ini bukanlah dicukupkan ketika aktifis-aktifis kiri-kanan atau tengah itu sekalipun telah merasa cukup ketika sudah mempelajari dan menghapalkan teks-teks revolusioner yang itu sesungguhnya berasal dari pengalaman orang lain dan bukannya pengalaman kita sendiri. Kaum pergerakan haruslah mampu untuk menjadi konteks (bukannya teks) dan selalu berdialetika antara teori yang sedang dibangun dengan gerak laju realitas masyarakatnya sendiri. Kalau Lenin pernah mengatakan : “Tidak ada Gerakan Revolusioner Tanpa Teori Revolusioner”, maka hari ini harus kita ralat menjadi “ Tidak Ada Gerakan dan Teori Revolusioner tanpa Kesadaran Revolusioner”. Dan kesadaran revolusioner ini harus lahir atas tarikan praksis dari obyektivitas sejarah, local atau indigenous knowledge, yakni pengalaman-pemahaman otentik ketika berhadapan dengan penindasan dalam memperjuangkan pembebasannya”. Mengembangkan teori praksis tentang nasional demokrasi kerakyatan dalam semangat building new path of proletariat movemen, juga harus kita pandang sebagai Indonesian way to build internasional justice/global fairness. Ini artinya, bahwa kita berkewajiban untuk terus mencerdasi konflik yang terjadi dari sekian peristiwa sosial ekonomi politik juga kebudayaan yang terjadi sebagai efek dari praktek liberalisasi. Di sisi lain, bangunan masyarakat produksionis maju harus dapat mengukuhkan Nasional Demokrasi Kerakyatan yang juga mampu memposisikan diri sebagai mode of production, bagian dari masyarakat internasional dengan siasat atas segala dampak maupun kecenderungannya. Kita sebagai anak negeri ini haruslah percaya dan yakin 100% bahwa Indonesia masih bisa menjadi intelektual organik bagi negara-negara dunia ketiga, sebab posisi republik ini untuk mewujudkan Keadilan Global yang sangat signifikan. Ketika banyak daerah di Eropa sadar bahwa krisis ke depan adalah krisis air bersih, tiba-tiba di Indonesia lahir UU Sumber daya Air. Ketika Amerika Latin mulai bergerak ke arah kiri dengan menasionalisasi aset perusahaan minyak Amerika Serikat, tiba-tiba Condeleza Rice datang ke Indonesia untuk merebut Blok Cepu dari pangkuan ibu pertiwi, belum lagi Freeport sebagai perusahaan tambang emas terbesar di dunia telah ratusan tahun menjadi penyuplai upeti terbesar ke AS dan sekutunya. Belum lagi, praktek-praktek liberalisasi segala bidang yang pada akhirnya mengakibatkan jasa pelayanan publik dan sosial di negeri ini melambung tinggi juga menjadi catatan panjang bahwa sesungguhnya bangsa kita adalah bangsa besar yang pada suatu saat rakyat akan segera merapatkan barisan untuk merebut kedaulatan kuasa rakyat atas tanah, air dan udaranya sendiri[7].
Demikan eksplorasi sitnas kita saat ini, semoga dapat menjadi bahan kajian dan kemudian dikembangkang dengan berbagai referensi bagi kawan-kawan diinternal ruang pengorganisirannya masing-masing. Kurang lebihnya kami ucapkan terima kasih.

Tidak ada gladi resik dalam revolusi. Itulah satu-satunya alasan kenapa kita butuh kewaspadaan, bukan kecurigaan yang hanya akan melahirkan rencana-rencana gerakan (yang) tidak lebih sebagai bentuk lain frustasi permanen para pemburu kekuasaan. Demokrasi tidak bisa dipahami sebagai ajang perebutan kekuasaan semata melainkan harus dipahami untuk memenuhi kepentingan rakyat yang terjalin lewat logika ekonomistis sebagai turunan dari moda produksi yang dimungkinkan dalam sebuah formasi sosial. (Nademkra Sebagai Antitesa)
Tertanda Ferry Widodo Sekjend FPPI Pimkot Jogjakarta

[1] ANALISIS, Benarkah 2008 Jadi Tahun Balon?; SINDO edisi Rabu, 23/01/2008

[2] Krisis Pangan; http://ciptapangan.com
[3] Krisis Pangan; http://ciptapangan.com
[4] ANALISIS, Krisis Pangan Lagi; Republika edisi 21 Januari 2008

[5]Harga Beras Diduga Terus Menguat Hingga Tahun 2008; Bisnis Indonesia Edisi 1 November 2007

[6] Mafia Berkeley : Kegagalan Indonesia Menjadi Negara Besar di Asia; http://www.duaberita.com

[7] Nademkra sebagai Antitesa; http://fppi.blogspot.com/

Cerita Kita tentang Perkembangan ekonomi

PEMIKIRAN EKONOMI MASA PRA-KLASIK

A. MASA YUNANI KUNO

– Masa Yunani Kuno kata ekonomi = 'oikos' dan 'nomos' yg artinya pengaturan/pengelolahan rumah tangga.
– Pemikiran tentang ekonomi masih menjadi bagian dari filsafat moral.

Plato (427-347) in “Respublica”
• Gagasan Plto tentang Ekonomi bersumber dari pemikirannya tentang keadilan.
• Merumuskan tentang pembagian kerja
1. Penguasa (kaum Filsuf/bangsawan/kaum aristokrat)
2. Tentara
3. Pekerja
• Hanya Kaum pekerja yg boleh bekerja, sedangkan penguasa dan tentara harus bekerja demi negara tidak boleh bekerja demi harta, agar mereka dpat mengabdi dengan serius kpd negara.
• Pembagian dan pengaturan ini penting demi mengekang nafsu/naluri manusia demi terciptannya adil dan makmur.
• Teori plato tentang uang di bukunya “Politica”. Uang sebagai alat tukar, sebagai alat ukur nilai, juga alat penimbun kekayaan dan uang bersifat mandul dan sekaligus tidak berhak di kembangkan dan diperanakan (bunga).

Aristippus
• Pengagas paham Hedonisme.
• Paham Hedonisme merupakan cikal bakal paham materialistik yang kemudian dikembangkan pada abad ke 17 dan 18.
• Paham hedonisme merupakan materialisme mekanik yang menganggap kenikmatan egiostik sebagai tujuan akhir kehidupan manusia. Yang kemudian diperkuat Aristtipus dengan pernyataan bahwa manusia bijaksana adalah manusia yang mencari kenikmatan sebesar2nya didunia.

Aristoteles (384-322 SM)
• Oran pertama yang mengatakan pembahasan ekonomi adalah bidang sendiri dan tdk dikait2kan dengan bidang lainnya.
• Kontribusinya pada pemikiran tentang pertukaran barang dan kegunaan uang. Menurutnya kebutuhan manusia (man's need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (man's desire) relatif tanpa batas.
• Aristoteles membedakan antara kegunaan (use) dan keuntungan (gain). Lebih spesipik dia membedakan antara oeconomia (ilmu ekonomi) dan chrematistike...????
• Aristoteles setuju dengan oeconomia yang secara tegas dia mengatakan bahwa pedagang2 yg dtang kekota2 yg mengekploitasi petani meskin didesa, inilah yang perbedaan pendapat antara aristoteles dan adam smith dalam melihat perdagangan. Kalau aristoteles mengatakan kaum pedagang haruslah melakukan pedagangan dengan motif faedah bukan mengeruk keuntungan, sedangkan smith mengatakan sebaliknya.

B. PEMIKIRAN KAUM SKOLASTIK (ZAMAN PERTENGAHAN)
Pemikiran ini muncul dilatar blakangi oleh kuatnya hubungan ekonomi dng masalah etis serta besarnya perhatian thd masalah keadilian dan pemikiran kaum skolatik dipengaruhi oleh pemikiran2 gereja pada saat itu.

Albertus Magnus (1206-1280)
• Pemikirannya tentang “harga adil dan pantas”.
Dan pengikuutnya st Thomas Aquinas (1225-1274)
• Pemikirannya di pengaruhi oleh Albertus Magnus, Aristoteles dan Gereja.
• Dalam bukunya Summa Theologica Aquinas menjelaskan bahwa memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil dan ini sama seperti menjual sesuatu yang tidak ada.

C. ERA MERKANTILISME
– Penjelajahan Samudera” adalah abad dimana banyak ditemukan daerah-daerah baru juga jalur-jalur pelayaran baru menuju dunia timur untuk mencari rempah-rempah. penjelajahan ini dilakukan oleh dua negara Eropa yaitu Portugal dan Spanyol. Motif penjelajahan ini yaitu: Gold (Emas, ini disebabkan karena berkurangnya persediaan emas di Iberia, selain itu juga karena saat itu Eropa menganut sistem ekonomi Merkantilisme yang menentukan kaya tidaknya suatu negara lewat persediaan emasnya), Glory, Gospel.
– Selain 3 penyebab tersebut, jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani juga makin mendorong mereka untuk mencari rempah-rempah sendiri. Mereka yang asalnya berdangang di sana pada saat itu hanya mau berdagang paling jauh di Italia (Genoa, Venesia, dll). Saat itu Paus membagi dunia yang saat itu dianggap datar menjadi 2 bagian dengan “Perjanjian Tordesillas”. Perjanjian Tordesilllas (Bahasa Portugis: Tratado de Tordesilhas, Bahasa Spanyol: Tratado de Tordesillas) pada 7 Juni 1494 yang membagi dunia di luar Eropa menjadi duopoli eksklusif antara Spanyol dan Portugal sepanjang suatu meridian 1550 km sebelah barat kepulauan Tanjung Verde (lepas pantai barat Afrika), sekitar 39°53'BB. Wilayah sebelah timur dimiliki oleh Portugis dan sebelah barat oleh Spanyol.
– Istilah merkantilisme berasal dri kata “merchant” yang berarti pedagang menurut paham merkantilisme, setiap negara yang berkeinginan untuk maju harus melakukan perdagangan dengan negara lain.
– Sebagian orng menganggap era merkentilisme merupakan era kebijaksanaan ekonomi terutama tentang sistem perdagangan yang dipraktikan antara tahun 1500 hingga 1750 dan bukan sebagai aliran/ mahzab ekonomi.
– Paham merkantilisme banyak dianut oleh banyak negara2 eropa pada abad ke 16, seperti Inggris, belanda, portugis, spanyol, dan prancis.
– Masa merkantilisme disebut sebagai masanya pedagang yang dintadai sebagai tiap2 orang menjadi ahli ekonomi bagi dirinya sendiri. Tulisan2 ini berserakan, akan tetapi akan menjadi rujukan utama Adam Smith dalam menyusun “The Wealth Of Nation”.
– Karena perdagangan dilakukan antar negara, maka sumber kekayaan negara melalui surplus pedagangan luar negeri yg diterima dalam bentuk emas dan perak. Dan kekayaan yang diterima ini jugalah sumber kekuasaan, tidak heran bahwa pada waktu itu banyak saudagar2 bukan hanya dari saudara dekat raja tetapi juga saudagar yg bekerjasama dengan kerajaan maka kebijakan yang paling umum diambil bahwa memperluas ekspor dan mempersempit impor.
– Tokoh2 era merkantilisme : Jean Boudin (1530-1596), Thomas Mun/saudagar kaya dari Inggris (1571-1641), Jean Babtis Colbert/pejabat negara sebagai menteri ekonomi di jaman raja Luis XIV sekaligus saudagar prancis ( 1619-1983), Sir William Petty/dosen pengajar di Oxford Univesity dan dijuluki salah satu founding pemikiran ekonomi politik modern (1623-1687).

D. MAHZAB FISIOKRAT
– Berbeda dengan kaum merkantilisme, kaum fisiokrat menganggap bahwa sumber kekayaan yang senyata-nyatanya adalah sumber daya alam.
– Kaum ini dinamakan kaum physiocratism = physic (alam) dan cratain atau cratos (kekuasaan). Kaum fisiokrat percaya bahwa alam diciptakan oleh Tuhan penuh keselarasan dan keharmonisan.
– Kaum fisiokrat menganggap bahwa sistem perekonomian seperti sistem alam yang penuh keharmonian. Yang artinya bahwa biarkan manusia diberikan kebebasannya mengelolah alam demi memenuhi kebutuhannya masing2 dan akan selaras dengan kebutuhan masyarakat banyak.
– Artinya bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dan biarkan alam yang mengatur. Inilah yang menjadi cikal bakal doktrin laissez faire-laissez passer” / let do, let pass = biarkan semua terjadi, biarkan semua berlalu.

Francis Quesnay (1694-1774)
• Seorang dokter ahli ilmu bedah.
• Pada tahun 1758 Quesnay menulis buku tentang Table Economique, dengan latar belakang seorang dokter Quesnay menyususn teori ekonomi lainya anatomi tubuh manusia, yg artinya antara satu dengan satu lainnya saling berhubungan dan merupakan satu kestuan yg harmonis dan semua berjalan dengan hukum2nya sendiri.
• Francis Quesnay membagi masyarakat dalam empat golongan.
Golongan 1 adalah golongan masyarakt produktif yang mengelolah tanah pertambangan dan pertanian.
Golongan 2 adalah kelas tuan tanah.
Golongan 3 adalah kelas yang tidak produktif yg terdiri dari pengrajin dan saudagar.
Golongan 4 adalah kelas masyarakat buruh yg menerima upah dari tenaganya.
• Penjelasan : Bagi Quesnay hokum ekonomi berkesuaian dengan hokum alam, dan menjadikan alam dalam hal ini tanah sebagai sumber kemakmuran masyarakat. Termasuk pula didalamnya pengelolahan pertanian, peternakan dan pertambangan. Kelas tuan tanah dianggap sebagai penghisap belaka sebab memperoleh hasil dengan tidak melakukan kerja pengolahan tanah. Kegiatan industri dan perdagangan dinilai tidak produktif karena kegiatan industri hanya mengubah bentuk dan sifat barang. Dan kelas pedagang tugasnya hanya memindahkan tempat barang yg satu ketempat yang lain.
• Karena itu Quesnay menganjurkan agar kebijakan2 pemerintah lebih mendukung dan meningkatkan taraf hidup kaum tani.
• Dengan dasar pandangan inilah kaum merkantilisme yg menganggap bahwa sumber kemakmuran Negara adalah hasil perdagangan luar negeri dianggap sebagai suatu pandangan yang keliru bagi kaum fisiokrat. Kaum fisiokrat juga mengkritik kaum merkantilis yang menciptakan berbagai macam regulasi kebijakan perdagangan yang seharusnya di bebaskan dari control. Kaum merkantilis dituduh penyebab harga tinggi dan pajak tinggi.
– Kenapa pemikiran ini dianggap “Mahzab/ aliran”, karena pda saat inilah Quenay telah menyusun pemikiran tentng ekonomi yang lebih maju, dengan bentuk pol dan garis pemikirannya sudah tersusun dlam kerangka dasar analisis tertentu mengenai gejala2, peristiwa2 dan masalah2 ekonomi yg dihadapi oleh masyarakat.

Minggu, 03 Februari 2008

Cerita kita tentang Perbandingan

Cerita kita tentang Perbandingan

Hari-hari terakhir ini kita dikejutkan oleh demo kaum minoritas India di Malaysia. Kita saksikan dari tayangan televisi internasional seperti CNN dan BBC World Service, mereka menggunakan cara-cara damai seperti mendiang Mahatma Gandhi yang sejak permulaan abad ke-20 melawan berbagai tindak kelaliman di India.
Ini sesuai dengan seruannya untuk melawan tanpa kekerasan (Ahimsa), melakukan perjuangan terus-menerus di jalan yang benar untuk mencapai cita-cita (Satyagraha),dan kemandirian sebuah bangsa (Swadesi). Mahatma Gandhi sendiri mencintai kaum sudra yang demikian melarat dan merupakan kasta terendah dalam tata sosial masyarakat Hindu. Banyak dari mereka yang kemudian menyatakan diri sebagai kelompok tidak berkasta. Dalam hal ini, Gandhi sendiri menamai mereka sebagai anak Tuhan yang dalam bahasa aslinya disebut sebagai harijan.
Dari kelompok ini muncul tokoh-tokoh yang hebat, yaitu para pejuang gigih yang mengikuti perjuangan Gandhi seperti Nayaran dan Zakir Husein. Akan tetapi, baik Perdana Menteri Abdullah Badawi (Pak Lah) maupun para menteri terkait serta Kepolisian Diraja Malaysia justru dengan marah menyatakan perjuangan para demonstran penuh dengan kekerasan. Bagi kita sederhana saja, siapakah yang berbohong dalam hal ini? Jawabnya mudah diterka. Ketika wasit karate kita dipukuli oleh pihak Kepolisian Malaysia, mereka pun menyatakan tidak melakukan pemukulan sama sekali. Selain itu, tidak pernah ada penyelidikan objektif oleh pihak ketiga dalam kasus ini.
Dengan demikian,kita tidak pernah tahu mana yang benar antara dua buah klaim saling bertentangan. Pernyataan yang tidak jelas kebenarannya juga sering keluar dari aparat penegak hukum kita.Ada cerita tentang Mike Tyson yang sedang bertanding. Tyson duduk di pojok ring untuk istirahat. Pada saat itu keringatnya diseka handuk. Handuk itu diperas begitu kering oleh seorang penyeka keringat. Tyson yang keheranan bertanya kepada orang itu, “Dari mana asalmu? Dan mengapa Kamu dapat memeras seluruh keringat saya hingga kering? Orang itu menjawab dari Indonesia.
Dia juga sudah terbiasa “memeras keringat” orang karena sudah dua puluh lima tahun bekerja di kejaksaan.Ini adalah lelucon yang memalukan, sebagai respons atas kelakuan para petugas di lembaga-lembaga yang bersangkutan. Ketika di Jepang diumumkan tiga orang yang mati digantung karena kejahatan mereka, Menteri Kehakiman Jepang dengan tegas menyatakan ia yang memerintahkan hal itu karena selama ini sama sekali tidak diumumkan. Alasannya, untuk menjaga perasaan keluarga orang-orang bersangkutan. Ketika penulis artikel ini menyatakan kepada media massa bahwa Adelin Lis pergi ke Cikeas, Andi Mallarangeng menyatakan pernyataan itu bohong.
Penulis mempersilakan Andi Mallarangeng untuk mengajukan somasi, namun sampai hari ini (sudah lebih dari dua minggu) hal itu tidak dilakukan. Padahal, yang dikemukakan Susilo Bambang Yudhoyono kepada sidang kabinet setelah kejadian itu memang benar. Dia tidak pernah bertemu dengan Adelin Lis,karena yang bertemu adalah Suko Sudarso. Jadi yang berbohong adalah Andi Mallarangeng. Kasusnya hampir sama dilakukan oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie melalui PT Lapindo Brantas.
Dia menjanjikan seperlima harga tanah di Porong akan dibayarkan kepada penduduk setempat karena dia sendiri tahu bahwa empat perlima harga tanah itu tidak mungkin dibayar oleh PT Lapindo Brantas. Sebuah bank besar di Jakarta menolak memberikan pinjaman kepadanya untuk itu. Ada suatu hal yang sama dalam kedua hal itu, yaitu kebohongan dipakai sebagai alat untuk menipu rakyat. Ini sudah tentu merupakan hal yang sangat menyedihkan bagi mereka yang mengikuti kedua perkembangan tersebut dengan saksama dan berhati-hati.
Nah, sebuah pemerintahan yang aparatnya suka berbohong, dapatkah diserahi tugas melaksanakan hukum dengan adil dan jujur? Inilah jawaban atas pertanyaan tersebut: tidak dapat. Karena itu penulis artikel ini memang sengaja meminta agar demokrasi penuh ditegakkan di negeri ini karena minimal penegakan demokrasi akan memerlukan kedaulatan hukum dan pelaksanaan peraturan-peraturan dalam segala bentuk, akan menjadi tuntutan terbuka yang tidak dapat diabaikan. Kita memiliki negeri yang besar dan bangsa yang kuat.
Dengan penduduk berjumlah 210 juta lebih dan bentang areal sekitar 5.000 kilometer dari Merauke ke Sabang, Indonesia dapat dianggap sebagai sebuah negara dan bangsa yang besar.Tapi kini, mengapa negara-negara tetangga kita tidak menganggap demikian? Karena kita memang saat ini memiliki pemimpin-pemimpin “berukuran” kecil dan hanya pantas menjadi bangsa yang kecil dan melarat. Kita memerlukan gagasan besar dan para pemimpin besar bagi sebuah bangsa besar dan negara yang kuat. Sudah seharusnya kita mempunyai orientasi pembangunan nasional yang bersifat merakyat dan tidak hanya mengurusi orang kaya saja. Kalau demikian, kita tentu memerlukan sebuah arah atau orientasi baru sama sekali bagi pembangunan nasional kita di masa depan,bukan?(*) Abdurrahman Wahid